Relasi antara Teologi, Filsafat, Apologetika dengan Penginjilan
Teologi- Filsafat- Apologetika- Penginjilan“Sebab barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis : Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!” ( Roma 10 :13-15 )
Bukankah sebelum kita menginjili orang yang belum mengenal Tuhan, pertama-tama kita harus terlebih dulu percaya dan mengenal Injil? Selain itu, bukankah kita juga harus mengetahui dengan jelas dan teguh mengenai apa yang kita percayai? Bagaimana kita dapat menginjili kalau kita tidak tahu apa yang kita percayai? Dalam penginjilan ada sharing pengetahuan, bukan? Pengajaran teologi dan Alkitab yang komprehensif diperlukan dan menolong untuk penginjilan, bukan? Namun sekarang ini kita banyak menyaksikan banyak penginjil yang melalaikan teologi dan sebaliknya banyak teolog yang tidak mengabarkan Injil. Bukankah setelah kita mengerti teologi dengan benar, kita punya tanggung jawab untuk memberitakan kabar sukacita kepada orang lain? Sebaliknya, bukankah bila kita ada kerinduan untuk menginjili orang yang belum mengenal Tuhan, kita harus terlebih dahulu belajar teologi dengan baik sehingga paling sedikit kita tahu pengajaran dasar Kekristenan?
Teologi adalah pengenalan akan Firman Allah secara sistematis dan aplikasinya dalam hidup kita. Teologi yang benar seharusnya menghasilkan aplikasi yang benar. Kita melihat contoh dari Paulus. Bukankah dia mengajar teologi dengan ketat dan sistematis dalam surat-suratnya? dan bukankah dia juga mengabarkan Injil dengan giat? Bukankah dia mengajarkan tentang pemilihan Allah terhadap manusia ( predestinasi ) tetapi dia juga giat menginjili? Bukankah gereja yang percaya predestinasi justru harus giat menginjili? Bukankah dengan adanya predestinasi berarti ada orang pilihan dan dengan demikian itu jaminan adanya orang yang akan percaya dan terlebih lagi kita harus menginjili karena itu juga perintah Tuhan? Jadi, kesimpulan pertama orang yang mengerti teologi, berkewajiban untuk menginjili dan orang yang menginjili harus punya dasar teologi. Penginjilan harus didasarkan pada teologi dan teologi harus didasarkan pada wahyu Allah dalam Alkitab. Ini relasi antara teologi dan penginjilan.
“Karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami akan menawan segala pikiran dan menaklukannya kepada Kristus” ( 2 Korintus 10:4-5 )
Ketika kita berhadapan dengan orang yang kita injili, kita akan berhadapan dengan kubu-kubu buatan manusia dan ideologi filsafat. Kita akan berhadapan pikiran yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Sebenarnya pengertian filsafat ( philosophy ) sendiri adalah cinta bijaksana ( philea = cinta , sofie = bijaksana ). Filsafat berusaha mengerti natur dan realitas dunia ini. Filsafat berusaha mengerti mengenai pengetahuan, etika, kebenaran, dan segalanya. Tetapi dapatkah manusia yang rasionya sudah jatuh dalam dosa mengerti kebenaran? Dapatkah manusia berdosa mengerti realita ini tanpa wahyu dari Tuhan? Tanpa wahyu Tuhan, manusia tidak bisa mengerti dengan realiti sesungguhnya. Tanpa wahyu Tuhan, filsafat tidak menemukan terang iluminasi namun hanya meraba-raba di dalam kegelapan.
Jadi apa tujuan belajar filsafat bagi orang Kristen? Selain untuk menambah wawasan, dengan belajar filsafat, kita dapat mengerti pikiran dari orang yang ingin kita injili, kesalahan pikirannya dan dengan pengertian teologi yang benar, kita dapat menunjukkan pikirannya yang salah dan tidak konsisten. Dan kemudian memberitakan Kristus yang adalah Jalan Kebenaran dan Hidup ( Yohanes 14:6 ). Ini relasi antara teologi, filsafat dan penjililan.
“Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka yang menfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu” ( 1 Petrus 3:15-16 )
Orang yang akan kita injili seringkali juga mempunyai pikiran yang melawan dan menyerang kebenaran kekristenan. Tugas dari apologetika ( apologia = membela ) adalah membela iman Kristen. Dalam menginjili, kita perlu mempertahankan kebenaran iman Kristen dan mungkinkah kita mempertahankan iman Kristen bila kita tidak mengerti teologi dengan baik? Jadi sebelum kita mempertahankan kebenaran iman Kristen, kita terlebih dahulu harus mengerti teologi. Kesimpulannya : apologetika bergantung kepada teologi yang benar bahkan apologetika adalah subdivisi dari teologi.
Apologetik dibedakan menjadi 3 : sebagai pembuktian, sebagai pembelaan dan sebagai penyerangan. Dalam mempertahankan kebenaran, kita tidak diam sampai mempertahankan kebenaran saja tapi kita akan menyerang pikiran lawan kita dengan kebenaran. Jadi apologetika bukan hanya defensif tapi terutama juga ofensif. Tujuannya untuk mempertahankan kebenaran, membuka ketidakbenaran dan juga memberitakan kebenaran.
Dalam tugasnya, berapologetika tidak terlepas dari teologi dan filsafat. Tujuan apologetik juga bukan supaya kita menang tetapi untuk memenangkan jiwa. Ini adalah relasi dari teologi, filsafat, apologetika dan penginjilan. Keempatnya saling berkaitan dan teologi yang merupakan pengenalan firman Tuhan adalah porosnya.
Sebelum menutup artikel singkat ini penulis akan memaparkan prinsip-prinsip penting dalam penginjilan:
1. Penginjilan harus disertai doa.
2. Penginjilan harus bergantung kepada Roh Tuhan.
3. Penginjilan adalah peperangan rohani untuk memenangkan jiwa orang. Bila kita menyadari hal ini, prinsip nomor 1 dan 2 harus kita pegang dengan teguh.
4. Apologetika untuk memenangkan jiwa dan untuk kemuliaan nama Tuhan, bukan untuk memenangkan perdebatan.
5. Belajar teologi secara sistematis dan firman Tuhan yang ketat akan menolong kita dalam menginjili dan menjelaskan Firman.
6. Namun hati yang tergerak untuk memenangkan jiwa, bergantung kepada Tuhan, dan doa, adalah yang terutama dan yang terpenting. Dalam hal ini penulis melihat penginjil seperti D.L Moody yang mempunyai pengetahuan Firman yang kurang tapi mempunyai hati, semangat cinta jiwa dan memenangkan banyak jiwa. Namun bukan berarti kita tidak belajar Firman untuk menginjili orang. Sebab ini adalah tanggung jawab kita.
7. Belajar filsafat harus hati-hati dan selalu menaklukkannya kepada Firman Tuhan.
Jeffrey Lim
email : limpingen@gmail.com