Showing posts with label My Testimony. Show all posts
Showing posts with label My Testimony. Show all posts

Friday, November 30, 2007

Tidak perlu sembuh tetapi yang terpenting menjadi berkat

Tidak perlu sembuh tetapi yang terpenting menjadi berkat
Kesaksian Jeffrey Lim

Setelah bergumul sekian lama dengan penderitaan Depresi akhirnya oleh anugerah Tuhan, Dia membukakan saya satu pengertian. Ini satu pengertian yang indah sekali bagi hidup saya. Saya bersyukur dan bersukacita karena hal ini.
Dulu saya selalu berpikir saya harus sembuh. Dulu saya berpikir bahwa saya harus sembuh supaya sukacita. Dulu saya berpikir bahwa kebahagiaan saya digantungkan kepada kesembuhan saya. Dan saya juga menganggap bahwa makna hidup saya ada di dalam kesembuhan saya. Saya merasakan kalau saya banyak melakukan performance maka hidup saya lebih bermakna. Andaikata saya menjadi sehat… Andaikata saya banyak melakukan banyak hal… Andaikata saya kuat… Andaikata saya bermental baja… Ini semua andaikata dan andaikata yang saya inginkan supaya hidup saya lebih menjadi berkat.
Tetapi sampai satu titik dimana saya disadarkan oleh Tuhan. Tuhan menyatakan bahwa yang terpenting di dalam hidup saya yaitu :
1. Nama Tuhan dimuliakan
2. Kerajaaan Allah diperluas
3. Kehendak Allah terjadi

Ini semua sesuai dengan prinsip doa Bapa Kami. Saya pribadi beriman bahwa yang terpenting di dalam hidup saya sekarang adalah bagaimana saya menjadi berkat di dalam seluruh keberadaan hidup saya.
Ini ada beberapa pengertian dan perpektif :
1. Saya bukan puas dengan keadaan sekarang tetapi ingin menuntut hidup lebih jadi berkat. Sekarang saja hidup saya sudah bermakna karena Anugerah Tuhan maka saya ingin supaya hidup saya lebih menjadi berkat dan bermakna
2. Tetapi disatu sisi lain saya puas oleh anugerah Tuhan. Saya bersyukur oleh anugerah Tuhan. Namun kepuasan saya menambah saya makin haus untuk menjadi berkat. Saya adalah orang yang berbahagia dan dikasihi Tuhan
Adapun ketika merenung-renung mengenai penyakit saya terbuka pikirannya dengan satu hal. Biasanya orang modern memandang bahwa yang baik adalah yang kaya bukan miskin, yang cantik bukan jelek, yang tampan bukan jelek, yang pintar bukan bodoh, yang sempurna bukan cacat, yang sehat bukan sakit, yang IQ tinggi bukan yang bodoh, yang kuat fisik bukan yang lemah. Tetapi pertanyaannya apakah betul penilaian modern seperti itu bahwa yang berada dijalur sebelah kanan adalah yang baik dan yang disebelah kiri adalah yang buruk ? Saya berpikir tidak demikian.
Yang terpenting bagi kita adalah bagaimana kita berespon terhadap Tuhan. Manusia adalah apa yang dia respon kepada Tuhan.
Akhirnya di tengah pergumulan batin ini saya beriman bahwa jangan doakan saya supaya saya sembuh. Tetapi doakan supaya saya menjadi berkat dan nama Tuhan dimuliakan. Saya sendiri merasakan bahwa yang terpenting adalah supaya nama Tuhan dimuliakan dan bukan sembuh itu sendiri. Buat apa saya sembuh kalau saya menjadi sombong ? Buat apa saya sembuh kalau saya tidak menjadi bergantung kepada Tuhan ?
Dan kalau Paulus berkata bahwa dia boleh bermegah di dalam kelemahan maka saya juga bermegah di dalam kelemahan saya. Mengapa demikian ?
1. Kelemahan saya adalah mahkota. Ini tanda bahwa saya pernah mengalami penganiayaan mental dan ini adalah kemuliaan bagi saya. Karena ada sisi dimana saya dianiaya secara mental karena mengikut Tuhan
2. Kelemahan saya menyatakan anugerah dan kuasa Tuhan.
3. Kelemahan saya membuat saya bergantung kepada anugerah Tuhan
4. Kelemahan saya membuat saya menyadari bahwa segala sesuatu mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Tuhan.
Akhirnya saya tutup kesaksian saya pada kali ini. Saya mau bersyukur buat begitu banyak orang yang sudah mendoakan saya. Saya bersyukur buat mamah, Chang Muse yang setia mendoakan. Juga bersyukur buat Pak Tong yang dengan kasih merangkul saya. Bersyukur buat Pak Nico yang melatih saya. Bersyukur buat Institut Reformed yang mendidik saya. Bersyukur buat saudara-saudari seiman yang boleh mendoakan saya. Saya bersyukur dan berterima kasih.

Soli Deo Gloria
Jeffrey Lim
30 November 2007


Read More ....

Tuesday, May 29, 2007

Diuji untuk berharap dan sabar

Diuji untuk berharap dan sabar
Pengalaman pribadi
Jeffrey Lim

Saya mau bersyukur kepada Tuhan Allah yang mengijinkan saya mengalami sesuatu yang ingin saya sharingkan. Pengalaman ini menguji saya bagaimana harus berharap dan sabar menghadapi hidup ini dan saya berharap bagi teman-teman saya yang membaca dan bergumul di dalam hidup boleh mendapatkan kekuatan dalam hidup.
Tidak usah diceritakan lagi bahwa sejak tahun 98 saya mengalami depresi berat dan kalau orang yang tidak mengetahui bagaimana rasanya depresi itu : yang jelas penderitaan psikis itu lebih berat daripada penderitaan fisik. Di tahun 99 saya sekolah ke Australia, dan kondisi fisik saya sering mual-mual karena pengaruh di dalam tubuh akibat depresi dan pada saat tiba di Australia saya sering muntah-muntah terutama ketika tiba yaitu pada musim Winter.

Nah yang mengganggu saya adalah bukan saja depresi tetapi ternyata saya sejak kelas 2 SMP sudah ada sinusitis ( yang akhirnya saya ketahui setelah tahun 2003 ) yang dulu saya dibuang polipnya ( seperti amandel di hidung ). Ini mengakibatkan sesak nafas dan sulit bernafas karena buntu di hidung. Ketika saya sedang di Australia, kondisi mental mengakibatkan kepala pusing dan tidak enak. Tetapi kemudian kondisi dari sinusitis mengakibatkan tidak bisa nafas. Bayangkan gimana perasaan tubuh anda dikala emosi tidak enak, kepala pusing dan nafas sesak. Ini terus saya alami sampai bertahun-tahun.
Sebenarnya saya bukan tidak berobat. Saya sudah berobat mengenai hal sinusitis ini dan dokter saya memberikan saya obat alergi untuk disemprotkan. Setiap disemprot bisa bernafas sedikit tetapi masih sesak dan kebutuhan oksigen tidak cukup. Karena itu sering saya bernafas pakai mulut dan kalau datang winter datang siksaan yang besar karena dari mulut udara yang masuk adalah dingin adanya. Setiap musim dingin, saya menderita lebih besar. Tetapi yang lebih bikin penderitaan adalah pusing di kepala ditambah sesak nafas. Dan hal ini sulit saya sharingkan kepada orang lain rasa sakitnya yang tidak mereka rasakan.
Kemudian kembali di tahun 99, saya sekolah di Insearch Institute of Commerce. Disini saya mengambil mata kuliah komputer. Ternyata nilai saya semester satu rata-ratanya 85 dan termasuk paling tinggi. Maka saya punya kesadaran bahwa saya tidak ada apa-apa secara psikis. Masa orang yang sakit psikis bisa dapat nilai yang lumayan. Maka saya tidak sabar dan mulai memberhentikan obat. Memang saya jadi lebih aktif dan lebih banyak hal yang dikerjakan. Tetapi lama-lama kondisi makin buruk tanpa saya sadari dan akhirnya di semester 2 akhir setelah liburan, kondisi saya drop banyak sehingga harus istirahat selama 1 semester untuk pemulihan psikis. Ini akibat saya tidak sabar di dalam penderitaan psikis.
Nilai saya di semester 3 juga rata-rata ada yang mencapai 89. Maka saya kembali pikir masa saya ada sakit psikis ? Tetapi saya coba sabar. Saudara-saudara, pergumulan depresi ini seringkali naik turun. Kondisi mental ini kadang bisa depresi berat dan penuh dengan pikiran yang menganggu. Sulit dijelaskan gimana rasa sakitnya. Yang jelas benar-benar meremukkan jiwa.
Pergumulan di Australia menyelesaikan kuliah sampai S1 juga bukan mudah. Sering saya tidak tahan dan ingin mau pulang ke Indonesia karena kondisi kesehatan mental. Tetapi ibu saya selalu memberikan kekuatan dan membiarkan saya berjuang. Seorang ibu yang baik dan yang mengasihi saya. Dan salah satu pengalaman tersulit di dalam menyelesaikan kuliah adalah di tahun terakhir ketika tugas kelompok tugas akhir, kondisi mental saya mengakibatkan saya sulit berkonsentrasi dan bikin tugas. Saya kelihatan tidak competence di dalam tugas kelompok dan setiap anggota kelompok dapat memberikan nilai pada saya dan saya juga pada mereka. Puji Tuhan bahwa teman-teman mereka dapat mengerti ketika saya jelaskan pergumulan saya dan saya tidak diberi nilai yang jelek. Padahal guru sudah bilang bahwa saya akan dapat 2 dari 10 karena waktu ditanya di kelas saya tidak competence sebab tidak bisa konsentrasi. Ada takut rasanya ketika memikirkan tidak bakalan lulus. Tetapi eh tahunya lulus juga. Ini semata-mata karena anugerah Tuhan.
Ketika tahun 2002 akhir saya pulang ke Indonesia, ada pengalaman lagi yang membuat saya belajar bahwa sabar itu penting. Saya ternyata salah langkah di dalam ambil keputusan. Mamah bilang saya sudah tidak ada beban kuliah. Hidup di depan sudah tidak ada beban. Karena itu lebih baik kita stop obat lagi. Lagian benar juga bahwa saya ada Tuhan dan saya tidak akan sampai parah. Maka itu saya punya iman dan melawan penyakit saya dan stop obat.
Ternyata setiap hari saya bisa muntah 9-10x. Kepala pusing dan mual-mual. Ditambah sinusitis saya yang mengganggu tidak bisa bernafas. Pengalaman yang tidak enak yang jauh lebih tidak enak daripada sebelumnya. Tetapi puji Tuhan tidak ada winter yang mengganggu pernafasan lebih dalam. Nah di dalam 6 bulan ternyata kondisi makin buruk. Padahal di dalam hati saya sudah sukacita sekali bahwa saya akan belajar untuk melayani Tuhan dan sudah diterima masuk di sekolah teologi SAAT. Tetapi ternyata ada pukulan besar di dalam hidup saya yaitu di SAAT saya depresi berat. Ini diluar pengendalian karena tidak makan obat. Dan saya diistirahatkan dan diberi tanggapan oleh Pak Paul Gunadi bahwa saya tidak bisa melayani di muka umum. Panggilan saya rasanya sirna. Ini pukulan secara fisik, mental, dan rohani. Saya seperti layang-layang putus.
Saya mengalami masa gelap di dalam hidup saya. Kondisi fisik saya juga terus mengganggu. Pusing, mual dan tidak bisa bernafas. Ditambah kondisi psikis dan emosi yang kosong. Akhirnya saya makan obat kembali dan kemudian dicoba dicari penyebab penyakitnya apa. Saya di MRI Scanning. Masuk ruangan hanya memakai celana dalam dan tidak boleh bergerak selama 30 menit. Di dalam suara berisik dan juga karena tidak boleh bergerak saya tersiksa karena saya sulit bernafas. Saya berpikir seakan-akan saya akan mati.
Hasil MRI scan keluar. Ternyata di kepala saya tidak diketemukan apa-apa yang mengakibatkan depresi tetapi puji Tuhan ada clue positif bahwa saya ketahuan bahwa saya mengidap sinusitis ( akhirnya baru ketahuan ). Dan di pipi saya sudah banyak nanah yang mengendap. Akhirnya saya dioperasi. Bukan suatu hal yang enak rasanya. Sebab hanya dibius local dan dapat merasakan nyerinya rahang yang dilubangi dari dalam. Setelah operasi juga ngilu dan sakit beberapa lama dan harus makan obat penahan sakit. Ditambah kepala pusing dan mual-mual. Tidak enak rasanya.
Tetapi beberapa bulan kemudian ternyata setelah dioperasi ternyata sinusitisnya jadi lagi dan penuh lagi. Pipi saya penuh nanah lagi. Wah gawat. Operasi kedua harus diadakan lagi. Wah lemas deh rasanya. Tetapi ternyata inti masalah sinusitisnya tidak ketemu juga. Saya ke klinik alergi. Sebab katanya semua ini karena alergi. Saya berobat jalan selama beberapa bulan tetapi tetap tidak ada kemajuan.
Namun Tuhan itu buka jalan. Segala sesuatu ada masanya. Segala sesuatu ada jalan keluar. Akhirnya kita bertemu dengan dokter THT yang baik. Disana dia mendiagnosa bahwa hidung saya bengkok dan harus dioperasi. Akhirnya dia mengoperasi hidung saya dan meluruskan tulangnya. Kemudian polipnya di laser. Dan puji Tuhan ternyata penderitaan selama tahun 99 mengalami sinusitis tidak bisa bernafas akhirnya saya bisa bernafas kembali setelah pengobatan di dokter ini yaitu tahun 2003.
Adapun saya masih bergumul dengan kondisi psikis ini. Maunya sih saya langsung kurangi obat dan jadi sehat. Tetapi ini juga harus sabar. Perlu adanya perubahan pikiran yang jangka panjang. Perlu adanya pemupukan rohani dengan membaca Firman untuk jangka panjang. Perlu iman untuk melawan kondisi psikis. Maka semua ini ada waktunya.
Hidup memang menderita ? Memang ! Tetapi harus berharap dan sabar. Semua tidak jadi instant. Tetapi ada masanya dan ada waktunya. Tuhan kita itu bekerja tepat pada waktunya. Karena itu saudara-saudari di dalam Kristus, marilah kita serahkan hidup kita pada pemeliharaan Tuhan dan terus berharap dan bersabar di dalam penderitaan. Dan bersyukur kalau kita boleh diijinkan bergumul sebab itu membuat kita bergantung dan membuat kita tahan uji. Satu kunci yaitu berharap dan sabar.
Terima kasih kalau saudara-saudari juga boleh membaca cerita saya. Semoga boleh jadi berkat buat iman saudara.

Puisiku : Berharap dan Sabar menanggung

Tuhan menetapkan segala sesuatu
Segala sesuatu ada masanya
Tetapi sering kali aku
Aku bertanya kapan masanya ?

Hidup kita penuh pergumulan diri
Siapa yang dapat mengertinya
Hidup kita ini sendiri penuh misteri
Siapa yang dapat menyingkapkannya

Tetapi marilah kita belajar
Kita menyerahkan kepada Tuhan
Berharap dan sabar
Di dalam menanggung penderitaan

Satu hal yang perlu kita ketahui
Bahwa segala sesuatu itu indah pada waktunya
Tuhan kita yang setia ini
Memimpin jalan hidup sampai pada akhirnya

Segala sesuatu mendatangkan kebaikan
Bagi mereka yang mengasihi Tuhan
Di dalam segala sesuatu ada kemurahan
Dan anugerah Tuhan

Marilah kita belajar
Untuk menyerahkan
Berharap dan sabar
Kepada Tuhan

Jeffrey Lim
limpingen@gmail.com
30 Mei 2007
Di kala pagi hari merefleksi hidup


Read More ....

Monday, April 23, 2007

Refleksi ke depan

Refleksi ke depan

Sekarang ini saya sedang memikirkan untuk pelayanan ke depan setelah berefleksi. Saya sedang bergumul dengan diri. Satu hal saya bersyukur bahwa karena anugerah Tuhan maka sekarang saya boleh lebih sehat dan lebih maju di dalam proses pembaharuan diri. Ini semata-mata karena anugerah Tuhan baik melalui teman seiman atau melalui para hamba Tuhan yang mendukung dan mendoakan.

Saya punya iman bahwa saya akan sembuh. Saya percaya bahwa proses penyembuhan ini berjalan secara perlahan-lahan. Saya percaya bahwa ini seperti orang buta yang melihat sesuatu dengan samar-samar. Saya sudah melihat tapi melihat dengan samar-samar dan membutuhkan kuasa Tuhan untuk lebih bisa melihat.
Kemudian ke depan, saya sedang melawan limitasi diri
Pertama, hidup saya ada ketakutan menghadapi orang asing. Takut dilukai dan takut dijahati. Tetapi kasih Tuhan mengalahkan ketakutan. Saya sedang melawan trauma ini.
Kedua, saya punya iman yang kecil. Saya berniat untuk belajar terus dan disiplinkan diri menuntut diri untuk maju di dalam pendidikan dan pelayanan. Saya juga terbeban untuk belajar mandarin dan kalau boleh memperluas pelayanan ke orang China.
Tetapi saya gentar karena saya harus menghadapi orang asing dan juga harus komunikasi dan juga harus bergaul dengan mereka. Dan terutama saya harus disiplinkan diri kalau Tuhan kehendaki saya mau belajar bahasa Mandarin. Ini tantangan besar.
Ketiga, saya harus mendisiplinkan diri melawan segala kemalasan dan kelemahan diri. Perlu iman dan tindakan iman yang terus konsisten.
Saya bersyukur kepada Tuhan bahwa Dia sudah memberkati sampai sekarang ini. Dan saya mau serahkan diri saya terus untuk melayani Dia.Saya punya iman bahwa saya akan lepas dari obat dan saya akan sehat. Saya beriman bahwa saya akan berperang bersama dengan Tuhan Allah. Inilah doa saya.
Saya ingin membuat perenungan dan buku mengenai peperangan rohani dan bagaimana hidup sehat secara jasmani dan rohani. Kemudian mengenai pikiran, emosi dan psikologi dan juga kitab mazmur. Ini cita-cita ke depan. Terutama untuk menghidupi seluruh kebenaran Firman Tuhan. Kalau di dalam kesaksian ini banyak kata saya dan saya, maka saya ingin supaya pusatnya adalah nama Tuhan dimuliakan dan boleh jadi berkat. Ini hanya kerinduan hatiku.
Doakan saya boleh dibentuk Tuhan dan untuk beban pelayanan saya. Doakan supaya pekerjaan Allah boleh dinyatakan.
Terima kasih buat dukungan saudara-saudari di dalam Kristus

Ev. Jeffrey Lim
limpingen@gmail.com
Guang Zhou, 23 April 2007

Read More ....

Wednesday, March 07, 2007

Behind the Story

Behind the story
Jeffrey Lim

Pada kesaksian kali ini saya mau menyaksikan anugerah Tuhan yang sungguh sangat besar. Kesaksian ini adalah meneruskan kesaksian setelah masuk Institut Reformed untuk kedua kali.

Saya bersyukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang maha baik. Banyak anugerah Tuhan dan pengalaman hidup yang dilalui bersama Dia melewati lembah bayang-bayang maut. Di Institut Reformed setelah selama 1 tahun sekolah sejak tahun 2005-2006, tiba akhirnya saya akan praktek 2 bulan. Sebenarnya bagaimana saya bisa praktek selama 2 bulan sebagai mahasiswa teologi. Mengapa ? Sebab kondisi mental saya betul-betul payah. Saya suka merasa takut dan halusinasi serta merasa tidak tenang dicampur dengan perasaan-perasaan paranoid dan curiga kepada orang. Kondisi mental tidak stabil dan membutuhkan istirahat banyak. Sehari-hari di Institut Reformed selama 1 tahun adalah saya bangun, kuliah, belajar dan istirahat. Saya memerlukan banyak istirahat bahkan seringkali tidak bisa bangun pagi. Sewaktu pelayanan siswa saya pernah akhirnya sampai berhenti pelayanan siswa karena saya stress dan merasa banyak gangguan di pikiran. Performance saya sangat kurang dan begitu tidak produktif dan saya adalah orang yang terlemah di Institut Reformed. Tetapi saya bersyukur bahwa Institut Reformed sudah boleh menerima keberadaan yang lemah ini.

Tetapi ada satu hal yang merubah plot hidup saya yang saya percaya Tuhan bekerja melalui ini yaitu pertemuan saya dengan Pdt. Nico Ong. Pertemuan pertama adalah di kelas sewaktu kuliah intensif “Reformed Evangelism and Discipleship”. Pada mulanya saya mengambil kuliah Rev. Andrew MacArferty tetapi saya menemukan bahwa pembahasannya terlalu banyak teknis jadi akhirnya saya memilih mengganti pelajaran untuk pindah ke mata kuliah Pdt. Nico. Dan akhirnya saya mengikuti kuliah ini dan di kuliah ini saya merasa terbakar dengan semangat dari Pdt. Nico sehingga saya memfokuskan membikin paper dengan usaha saya yang baik. Sekilas mengikuti pelajaran Pak Nico, saya belajar bahwa beliau adalah seseorang yang berjuang keras demi kerajaan Allah. Tetapi saya tidak pernah berharap bertemu dengan beliau lagi.

Tetapi ternyata plot hidup seseorang itu di tangan Tuhan. Saya tidak pernah berfikir saya akan bertemu dengan Pak Nico lagi. Saya juga tidak berpikir saya akan sembuh dari penyakit mental saya. Saya juga pernah divonis oleh Pdt. Paul Gunadi bahwa saya tidak bisa melayani sebagai hamba Tuhan dan saya tidak mungkin bisa didepan banyak orang dan juga saya lebih baik melayani di belakang layar. Ini sudah terbukti ketika pelayanan siswa saya gagal.

Namun puji Tuhan, ketika tiba waktunya praktek 2 bulan, saya mendengar kabar “buruk” yaitu saya praktek di Taiwan. Mengapa kabar buruk ? Karena Pdt. Nico sudah terkenal sebagai pendeta yang keras dan tuntutannya keras. Dan saya adalah orang yang paling lemah. Tetapi saya sejujurnya melihat adanya satu titik terang di dalam hidup saya. Pertama kali saya berpikir bahwa toh saya memang lemah, kalau sampai gagal seperti waktu di SAAT yang lalu yah memang ngak apa. Yang penting belajar dan berjuang dan berusaha memberikan yang terbaik. Makanya walaupun dihadapan teman-teman seperti bingung dicampur dengan prihatinan dari teman-teman tapi di dalam hati ada perasaan girang dan perasaan cuek nanti bagaimana. Saya hanya berpikir sebelumnya memang saya belum bisa jadi hamba Tuhan yang didepan publik. Saya mungkin hanya jadi seorang penulis. Saya dalam hal ini memang senang menulis. Saya hanya berpikir bahwa menulis saya akan semakin kaya kalau saya mengalami banyak pengalaman. Gagal atau tidak praktek 2 bulan saya akan jalani.

Dan tibalah saya di Taiwan ini. Jujur bicara agak-agak tegang dan agak kuatir juga ketika berjumpa dengan Pak Nico. Ketika diantar oleh Ko Daniel, Ko Daniel banyak memberikan masukan. Kemudian saya pertama kali bertemu dengan Pak Nico dan makan malam bersama. Disana saya banyak diam. Tetapi pak nico memberikan masukan bahwa yang terutama dan terpenting adalah keterbukaan di antara rekan kerja.

Pada hari minggu saya langsung disuruh bawakan kesaksian. Dan itu mendadak. Pak Nico ternyata menyuruh saya kesaksian bahkan sampai 3x dalam satu hari. Itu hal yang tidak mungkin saya lakukan sebelumnya dengan kondisi mental saya. Saya bisa gubrak karena harus menghadapi pikiran yang mengganggu dihadapan banyak orang. Tetapi akhirnya lewat. Dan selama praktek 2 bulan saya terus banyak dibawa melakukan banyak hal. Setiap hari jumat bawakan renungan di Persekutuan Doa, hari Sabtu bawakan progsif dan hari minggu kotbah di Taichung atau kadang2 di Taipei.
Ini semua hal yang tidak mungkin bisa saya lakukan sebelumnya. Karena pengalaman sejarah bahwa ketika saya kotbah sudah teler dan butuh istirahat banyak. Tetapi kali ini bukan saja kotbah tetapi disuruh membawakan progsif.
Puji Tuhan bahwa sebenarnya semangat saya tambah menyala-nyala dan maka saya merasa bertumbuh sekali. Karena itu dengan kerendahan hati , saya memohon kepada Pdt. Nico kalau diijinkan boleh meneruskan pelayanan disini. Dan akhirnya setelah berdiskusi dengan Pdt. Stephen Tong akhirnya disetujui.

Setelah 2 bulan akhirnya saya pulang indo. Dan keluarga saya sendiri bilang setelah 2 bulan saya berubah. Dan setelah siap-siap dan bertemu dengan keluarga dan teman-teman di Institut maka saya pergi ke Taiwan lagi untuk kedua kalinya.

Kali ini pergumulan menjadi lebih tidak mudah. Karena kali ini bisa jangka panjang. Saya kadang pikir pak nico melatih saya selama 2 bulan bisa sabar. Kalau 1 tahun bagaimana ? Saya sebenarnya sedikit terpengaruh oleh perkataan isu-isu yang negatif yang akhirnya saya tahu tidak benar bahwa pak nico itu seorang yang keras dan tidak sabar. Sebenarnya saya belajar bahwa di dalam kekerasan ada kelembutan yang tersembunyi.
Saya kembali melayani di MRII Taipei selama beberapa saat. Tetapi tentunya saya menghadapi pergumulan mental yang tidak mudah. Saya masih mengalami halusinasi dan juga paranoid. Tetapi anehya pak nico malahan menyuruh saya mengajarkan pelajaran mengenai depression dan schizophrenia. Koq orang sakit malahan disuruh mengajar mengenai penyakitnya. Masak orang yang sakit mental disuruh mengajar bagaimana menyembuhkan sakit mental. Hei orang sakit, sembuhkan dulu penyakitmu baru mengajar. Namun saya tidak sadar bahwa sebenarnya pak nico dengan cara yang cukup “aneh” sedang melatih saya dan sedang membimbing saya bahkan sedang menyembuhkan saya.
Hari demi hari saya hidup bersama dengan Pak Nico. Dicampur berbagai macam rasa antara segan, hormat, takut dan juga kagum. Saya belajar bagaimana beliau sedang berusaha menyembuhkan saya yaitu dengan berbicara setiap hari. Saya sendiri adalah orang yang tidak terbuka bahkan cenderung tertutup. Ketika ada masalah datang, pak nico minta saya mensharingkan ada yang ada di kepala saya. Jujurnya kadang malu sebab perasaan dan pikiran itu aneh-aneh. Pikiran orang sedang bicarain saya. Pikiran negatif seakan-akan dijauhi orang. Dan pikiran-pikiran negatif lainnya.
Jujur bicara bila anda seorang pimpinan dan hamba Tuhan dan melihat saya seperti ini, adakah harapan bagi saya untuk menjadi hamba Tuhan ? Masak hamba Tuhan paranoid ? Mana bisa dia melayani jemaat ? Masa hamba Tuhan yang harusnya melayani jemaat mengalami curiga dengan jemaat ? Ini sungguh tidak mungkin.
Tetapi yang saya aneh adalah Pak Nico mempunyai mata yang tidak dimiliki orang. Boleh dibilang unik dan sedikit radikal ( dalam arti bukan negatif ) tetapi bisa melihat sampai kedalaman masalah.
Pak Nico terus meminta saya sharing dan terbuka. Maka saya belajar percaya dengan dia dan belajar untuk membuka diri. Tetapi sesungguhnya ini sakit, saudara-saudari. Ini menyakitkan sekali. Tetapi operasi kadang harus sakit.
Kemudian saya sendiri kadang merasa kuatir dan gelisah apakah pak nico bisa sabar terus dengan diri saya. Jujur bicara saya ingin maju. Tetapi performance saya kurang bagus. Kelihatan seperti malas ( walaupun ini efek penyakit dan obat ). Tetapi pak nico tidak perduli yang penting adalah ketika sehat melayani ketika lemah istirahat dulu.
Pak Nico mengajarkan saya satu prinsip yaitu lebih baik mati di medan perang daripada kalah secara memalukan. Wah saya yang suka semangat berjuang ini menjadi terbakar. Mendingan saya maju dan babak belur daripada diam dan tidak berjuang. Hidup musti berjuang. Hidup musti bergumul. Hidup musti berani menghadapi peperangan rohani.

Sebenarnya keadaan melayani di Taipei ini bukan mulus-mulus saja. Pak Nico tidak memanjakan saya. Kalau saya salah, saya ditegur. Dan pernah saya hampir tidak diberi kesempatan karena saya pernah tidak kotbah satu kali berhubung saya sedang mengalami tidak enak dengan kondisi saya. Tetapi saya benar-benar sedih kali itu dan saya sadar bahwa kesempatan itu kadang tidak terulang dan saya menanamkan pada diri saya sendiri didikan yang keras waktu itu. Saya belajar untuk lebih tangguh.

Setelah beberapa di Taiwan, saya diutus ke China yaitu Guang Zhou untuk melayani. Sebenarnya saya gentar karena lingkungan baru. Tetapi Ko Daniel permulaan menemani saya dan memperkenalkan saya kepada jemaat dan pengurus dengan ramah. Dan saya melayani selama 3 minggu disana. Berkotbah, mengajar progsif dan mengajar katekisasi.

Setelah kembali ke Taiwan lagi, disana saya masih terus digembleng. Dan akhirnya tiba saya diutus kembali ke Guang Zhou untuk melayani selama 3 bulan. Jujur bicara siapa sih saya ini ? Saya adalah orang yang mengalami penderitaan mental bahkan saya sendiri membikin buku mengenai hal ini dan saya juga sudah divonis tidak bisa menjadi hamba Tuhan. Tetapi anugerah Tuhan itu lebih besar daripada pikiran manusia. Saya akhirnya diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk melayani di Guang Zhou.
Hari-hari disini begitu sibuk tetapi ada kekuatan demi kekuatan dan pada saat ini saya sedang merefleksikan hidup saya ke belakang.
Bagaimana seandainya saya tidak diijinkan bertemu dengan Pak Nico oleh kehendak Tuhan ? Mungkin saya bisa makin baik tetapi dengan perlahan dan saya akan tetap memandang diri saya tidak bisa berkotbah, tidak bisa di depan umum dan saya hanya bergerak di bidang administrasi dan juga bidang tulisan. Saya mungkin tetap mengalami halusinasi dan paranoid dan mungkin banyak menyendiri. Saya berpikir siapa lagi yang mau membimbing saya seperti ini ?
Tetapi puji Tuhan saya bersaksi dengan jujur dihadapan Tuhan bahwa saya sudah banyak sembuh. Saya sekarang menikmati persekutuan bersama dengan saudara seiman. Mengapa bisa terjadi demikian ? Karena dengan terapi yang dijalani saya belajar prinsip yaitu ketika kita melayani orang, kita sendiri sedang dilayani. Ketika kita sedang melayani orang, kita sendiri makin kuat. Dan karena saya sudah membiarkan diri saya dikenal orang maka adanya ikatan kasih diantara saudara seiman. Dan terlebih dari itu adalah di dalam kasih Kristus tidak ada ketakutan. Inilah yang saya pelajari.

Sekarang saya sudah banyak baikan dan bahkan jadi figur publik. Saya berharap siapa saja yang membaca tulisan kesaksian ini boleh terbangun dan boleh terinspirasi. Terutama doakan saya juga supaya Tuhan tetap memberikan kekuatan. Sebab tanpa Tuhan menopang saya tidak bisa apa-apa.
Sebelum saya menutup kesaksian ini, ada beberapa hal yang ingin saya paparkan yaitu :
1. Di dalam Kristus ada anugerah Tuhan. Anugerah ini melawan kerusakan akibat dosa. Dan seperti di dalam Kejadian , Tuhan menciptakan dari chaos menuju order, Tuhan juga dapat mengubah orang dari chaos menuju order
2. Hidup kita adalah peperangan rohani yang harus berjuang. Tetapi dengan iman ada kuasa kebangkitan yang bisa dialami oleh setiap orang percaya. Iman mengalahkan dunia
3. Di dalam hidup ini jatuh bangun sudah lumrah. Tetapi bila jatuh kita harus bangun lagi. Orang benar jatuh tujuh kali tapi bangkit lagi. Kalau anda ada di dalam hidup yang terpuruk, sandar anugerah dan bangun. Kita harus setia dan kuat dalam pelayanan, jangan takut jatuh. Tetapi yang paling menakutkan setelah jatuh tidak mau bangun lagi.
4. Musuh terbesar adalah diri sendiri. Kita harus mengalahkan diri kita.
5. Saudara-saudari seiman adalah rekan kita bukan musuh kita. Musuh kita adalah iblis
6. Gereja adalah saluran anugerah Tuhan

Terima kasih kepada Pdt. Nico Ong yang sudah banyak membimbing saya dan sabar di dalam melatih. Terima kasih untuk pengampunan atas kesalahan-kesalahan saya dan besarnya hati untuk tetap menjadikan saya murid beliau.

Terima kasih kepada Pdt. Stephen Tong yang sudah mengijinkan saya tinggal di Institut Reformed dan mengijinkan saya untuk berjuang di Taiwan.

Terima kasih kepada Ko Daniel, sebagai koko rohani yang mendukung.
Terima kasih buat Ibu Hanna Tjahja yang mendoakan saya terus dan mengasihi saya.
Terima kasih buat mamah yang mengasihi dan mendukung.

Terima kasih buat saudara-saudari seiman yang tidak bisa saya sebut satu persatu namanya.

Tuhan memberkati

Jeffrey Lim
limpingen@gmail.com
Guang Zhou, 11 Maret 2007
Ketika sedang refleksi di Hari Sabat

Read More ....

Wednesday, February 21, 2007

Kesaksian panggilanku

Kesaksian panggilan menjadi hamba Tuhan
Seri Kesaksian
Jeffrey Lim

Saya bersyukur boleh menyaksikan panggilan dan anugerah Tuhan dalam hidup saya. Saya perkenalkan nama saya : Jeffrey Lim. Pergumulan saya menjawab panggilan Tuhan sungguh tidak gampang dan mengalami banyak pergumulan. Latar belakangnya Sewaktu aku belum lahir, ibuku belum punya anak laki-laki dan meminta anak kepada Tuhan serta menyerahkannya kepada Tuhan. Maka lahirlah saya dan diberi nama “En” yang artinya anugerah.
Saya mengikuti KKR anak-anak oleh Pdt. Stephen Tong dan disana saya menerima Tuhan Yesus sebagai juru selamat pribadi. Kembali sewaktu remaja, di retreat oleh Pak Benny Solihin saya menangis akan dosa saya dan berdoa untuk mau menyenangkan hati Tuhan seumur hidup saya. Setelah disidi dewasa, saya melayani di sekolah minggu.
Panggilan Tuhan dimulai dari saat :
Sewaktu mendengar SPIK pendeta Stephen Tong tahun 1996, saya tergerak hatinya dan terpanggil menjadi hamba Tuhan. Namun saya belum tahu bagaimana dan saya masih kecil saat itu. Sebenarnya saya bergumul berat dalam diri saya. Saya haus akan kebenaran dan merasa diri krisis. Saya juga menghadapi stress di dalam diri saya yang mulai menghantui kehidupan saya dengan segala cara. Depresi dalam ada di dalam hati pikiran saya yang tidak pernah saya kemukakan kepada siapapun. Saya cari jalan keluar dengan banyak baca buku dari teologi, filsafat, psikologi, dll. Saya merasa diri saya kosong dan juga ingin mengisi diri dengan banyak hal.
Di dalam satu pembinaan intensif oleh Pdt. Joshua Lie saya merasakan panggilan Tuhan kembali dan melihat visi menjadi hamba Tuhan secara samar-samar. Saya mulai menginjili teman-teman untuk percaya Tuhan.
Saya bergumul untuk masuk sekolah teologi dan Pdt. Hanna Tjahja mengarahkan saya untuk sekolah. Maka saya menyerahkan diri saya untuk menjadi hamba Tuhan. Ayah saya tidak setuju saya masuk sekolah teologi dan setiap hari beliau memarahi saya dan membuat saya begitu tertekan. Saya adalah seorang yang tidak begitu kuat untuk menerima tekanan dan juga saya mengalami trauma masa kecil. Jiwa saya merasa tidak aman. Akibatnya saya makin depresi berat.
Saya masuk sekolah teologi di Institut Reformed dengan kondisi depresi namun Tuhan memakai teman-teman dan saudara-saudara seiman untuk mengasihi saya sehingga saya merasa aman di dalam persekutuan. Dengan depresi saya menjalani 1 tahun sekolah teologi.
Kemudian saya diarahkan orang tua saya untuk sekolah ke Sydney dan cuti akademis . Di Sydney saya sekolah komputer dan 1 semester berjalan dengan baik. Namun karena berhenti pengobatan saya depresi dan terganggu mentalnya sehingga harus istirahat dan makan obat. Saya merasa tertekan dan kehilangan arah dan penuh ketakutan. Saya berdoa kepada Tuhan dan berjanji kalau saya sembuh saya mau menjadi hamba Tuhan. Kemudian setelah 4 bulan menjalani terapi dan makan obat, saya kembali melanjutkan sekolah. Di Sydney saya haus untuk mengenal lebih jauh kebenaran dan saya mengisi diri saya dengan membaca banyak buku teologi dan filsafat.
Di Sydney, seiring dengan kerinduan untuk mengenal Tuhan, saya tergerak untuk menginjili orang. Saya dan Alfred adik angkat saya sering menginjili ke gembel-gembel dan orang-orang dibus. Kami sering membagikan traktat dan juga selembaran-selembaran injil.
Akhirnya masa tiba saya selesai sekolah dan saya kembali ingin masuk sekolah teologi. Saya merasa hidup ini kosong dan kembali panggilan itu ada di dalam hati. Saya kembali ke indo. Di Indonesia, saya melayani di gereja di bidang komputer. Saya tergerak untuk kembali penginjilan dan saya menginjili di penjara-penjara selama 2-3 bulan.
Kemudian karena stop obat secara mendadak, di dalam 6 bulan pikiran saya kembali terganggu. Karena itu saya diistirahatkan dari sekolah teologi SAAT.
Pada saat ini di rumah saya mengalami masa-masa paling gelap dalam kehidupan saya. Pikiran dan emosi saya tidak terkontrol dan merasa tertekan sekali di dalam batin. Saya merasa jauh dari Tuhan. Saya berdoa jika Tuhan menyembuhkan saya maka saya akan melayani Tuhan dan menjadi hamba Tuhan.
Kemudian saya dipanggil Pdt. Stephen Tong ke Jakarta. Disini saya melayani di bidang komputer. Setelah kondisi saya baikan saya mengajukan permohonan untuk sekolah teologi kembali dan akhirnya saya diterima. Saya kembali mengingat doa saya untuk menjadi hamba Tuhan bila saya sembuh. Saya beriman mengenai hal ini.
Dari kesaksian ini saya ingin menceritakan anugerah Tuhan dalam hidup saya. Memang banyak kelemahan dan kesulitan yang saya hadapi tetapi anugerah Tuhan cukup. Adapun beban pelayanan di masa depan adalah menyaksikan kepada orang-orang bahwa Firman Tuhan sanggup merubah hidup manusia dan merupakan jalan keluar bagi pergumulan manusia. Saya terbeban mempelajari Firman dan juga filsafat untuk mengerti pergumulan manusia dan membawa orang mengerti kebenaran. Saya belum tahu jelasnya bagaimana tetapi saya akan berjalan ke arah sana. Baik dengan menulis maupun pemberitaan lisan.
Sekian kesaksian saya.
Soli Deo Gloria

Read More ....

Kesaksianku di Sydney

Kesaksianku di Sydney
Seri Kesaksian

Saya bersyukur kepada Tuhan boleh pergi sekolah ke Sydney. Dia mengisi hidupku sehingga saya boleh belajar bahasa Inggris, Komputer dan juga teologi. Puji syukur kepada Tuhan ketika saya kembali merenungkan apa yang Tuhan sudah lakukan dengan hidup saya selama di Sydney. Banyak suka duka, pergumulan, sukacita yang saya alami di negeri kanguru itu.
Saya bersyukur bahwa saya boleh sekolah ke luar negeri. Siapakah saya ini yang boleh mendapat kasih karunia Tuhan untuk sekolah ke Australia ? Pertama-tama saya hendak menceritakan latar belakang saya bisa sekolah di Australia. Saya akan menceritakan pergumulan saya sewaktu SMA sampai ke sekolah teologi dan sampai ke Sydney.

Di Indonesia

Dulu sewaktu SMA, saya memang pernah berharap satu saat boleh sekolah ke Amerika. Saya berharap bila saya sekolah ke Amerika saya boleh diisi kepandaiannya dan hidup menjadi lebih kaya dan limpah. Saya berpikir waktu dulu itu bahwa bila belajar ilmu pengetahuan akan memuaskan jiwa dan juga mengisi kelimpahan hidup. Maka sejak SMA saya punya pengharapan untuk sekolah ke luar negeri satu saat. Hanya saya belum tahu mau masuk bidang apa sebab saya belum tahu visi hidup saya.
Ternyata Tuhan punya jalan lain untuk hidup saya. Hati saya sewaktu SMA itu saya bergumul mencari identitas. Saya merasa hidup saya ini kosong dan saya rindu mencari sesuatu untuk mengisi hidup ini . Saya bergumul mencari arti hidup di dunia ini. Kekosongan diri ini membuat saya banyak menghabiskan diri di dalam membaca buku-buku baik buku teologi, filsafat, psikologi, managemen. Pengertian-pengertian dalam buku-buku ini memang sepertinya memberikan arah dan jalan mengenai hidup ini tapi tidak memuaskan hidupku. Dan sebenarnya saya sudah mengalami masa-masa stress di dalam mencari arti hidup, nilai hidup, tujuan hidup. Saya berharap bisa menemukan sesuatu yang memuaskan jiwa, sesuatu yang damai, sesuatu yang mantap dan pasti. Saya merasakan sesuatu di dalam diri saya ada kekosongan yang perlu diisi dengan sesuatu yang mengisi.
Didalam kekosongan saya, Tuhan oleh kasih karuniaNya menyatakan kebenaran melalui FirmanNya baik melalui kotbah, buku-buku rohani ataupun terutama dari seminar-seminar Teologi. Kebenaran ini memberikan visi kepada saya mengenai hidup. Terutama hidup itu untuk mengenal Tuhan dan melaksanakan kehendakNya. Saya merasakan bahwa hidup tanpa kebenaran Tuhan itu sia-sia. Karena itu saya makin giat belajar teologi dan juga belajar filsafat dari sudut pandang Kristen. Seminar-seminar Iman dan pembinaan iman intensif setiap bulan membuat hati saya menggebu-gebu mencari Kebenaran Tuhan. Maka saya makin rajin baca Firman dan buku rohani. Di gereja juga saya melayani sebagai guru sekolah minggu. Di pelayanan ini Tuhan mengajarkan saya untuk berdoa untuk anak-anak dan untuk melayani anak-anak. Saya juga belajar untuk banyak baca Alkitab karena saya harus mengajar anak-anak. Bersyukur kepada Tuhan bahwa saya boleh melayani anak-anak sekolah minggu dan dapat banyak berkat dari Tuhan. Sungguh sukacita ketika boleh mengenal Tuhan dan melayaniNya. Tidak ada sukacita yang lebih besar daripada ini.
Di dalam sukacita saya mencari kebenaran, saya merasakan kembali panggilan Tuhan untuk belajar teologi. Saya merasakan kehausan akan kebenaran dan melihat visi di masa depan untuk membagikan kebenaran kepada orang lain. Setelah lulus SMA, Tuhan menggerakkan hati Pdt. Hanna Tjahya untuk menawarkan saya sekolah teologi.
Dengan doa dan dukungan ibu rohani saya Pdt. Hanna Tjahya, saya kemudian memutuskan untuk sekolah teologi di Institut Reformed.
Akhirnya saya diterima di Institut Reformed sebagai mahasiswa. Namun perjalanan tidak semulus yang dibayangkan. Saya bergumul dengan stress yang saya alami sebelumnya dan juga dengan ketidak setujuan ayah saya mengenai sekolah teologi. Karena mendapat tekanan baik dari luar maupun dari dalam (diri sendiri )membuat saya menjadi depresi. Pikiran dan emosi saya mulai kacau. Namun oleh anugerah Tuhan melalui teman-teman seangkatan di Institut Reformed, saya boleh menjalani hidup dan sekolah sampai 1 tahun. Di Institut Reformed ini saya belajar banyak hal, baik secara teologi dan terutama dari persekutuan teman seiman. Saya mengalami sukacita dalam persekutuan teman seiman. Tuhan membuat teman-teman seangkatan mengasihi saya yang sedang dalam keadaan depresi.
Setelah satu tahun belajar di Institut Reformed ini, orang tua saya membawa saya untuk belajar di Australia. Sebelumnya saya bertemu dengan Pdt.Stephen Tong dan berbicara mengenai saya yang cuti sekolah teologi untuk sekolah sekular di luar negeri. Pak Stephen Tong mengatakan bahwa saya ada di dalam pencarian identitas diri. Pak Stephen Tong akhirnya menyetujui dengan memberikan nasihat bahwa di luar negeri harus berhati-hati dan menjaga hidup kudus.
Maka pergilah saya ke Australia.

Di Sydney.
Ketika tiba di Sydney ini saya mencari sekolah dengan bantuan bibi saya. Pertama-tama saya mencari sekolah filsafat karena mengerti filsafat dan kebenaran merupakan kerinduan saya. Namun akhirnya saya sekolah komputer dan mengambil diploma yang bisa diteruskan langsung ke universitas. Hati saya saat itu sangat menggebu-gebu. Saya merasa sukacita boleh sekolah di luar negeri dan ini adalah anugerah Tuhan. Maka itu saya berpetualang menjejalah tempat-tempat di Australia dan akhirnya saya menemukan gereja yaitu IPC ( Indonesian Presybiterian Church )
Saya sangat bersyukur saya boleh bertemu gereja disini dan saya bersukacita bertemu dengan saudara-saudari seiman. Saya merasa Tuhan sudah mengisi hidup saya selama 1 tahun di sekolah teologi dan saya mendapat sesuatu “pengetahuan Firman” maka saya ingin melayani. Ketika ada penataran pemimpin belajar Alkitab ( PA ), saya mendaftarkan diri dan akhirnya diterima. Hati saya sangat senang sebab kerinduan saya adalah membagikan pengertian Firman. Dan dengan menjadi pemimpin PA ini saya jadi lebih giat membaca buku rohani dan Firman.
Namun ternyata pada saat ini saya menemukan pergumulan yaitu ternyata saya ada kelemahan dalam hal bersekutu, bergaul dan sosialisasi terutama di dalam membagikan hidup. Di dalam kejiwaan saya terdapat rasa takut, kuatir, minder yang berlebihan. Tanpa disadari saya kembali stress karena saya menuntut diri saya sempurna namun saya tidak bisa secara natural membagikan diri saya kepada saudara-saudari yang mengikuti PA. Ditambah dengan ketidak bijaksanaan saya memberhentikan obat yang saya konsumsikan untuk menenangkan pikiran dengan sekaligus berhenti. Pada saat itu saya terus menuntut diri saya secara berlebihan dan mengambil banyak sekali pelajaran di luar pelajaran sekolah. Semua ketidak bijaksanaan saya dalam menuntut diri, bersekutu dan memberhentikan obat sekaligus mengakibatkan saya semakin lama semakin stress dan depresi saya kembali muncul sedikit demi sedikit dan akhirnya menjadi berat. Akhirnya kondisi mental saya menjadi tidak terkontrol dan saya terpaksa menjalani pengobatan psikiatrik.
Saya terpaksa harus cuti akademis selama 4 bulan. Disaat ini saya benar-benar merasa tidak bisa apa-apa. Saya merasa lemas, letih lesu. Obat yang dimakan membuat saya menjadi lemas dan banyak tidur, keinginan menjadi lemah dan tidak banyak aktivitas. Hidup merasa tidak berguna. Kerinduan untuk menjadi hamba Tuhan menjadi sirna. Semuanya jadi gelap. Di dalam kondisi jiwa yang tertekan dan terafliksi, saya tidak pergi ke gereja. Iman menjadi lemah dan jatuh. Tetapi Tuhan menopang hidup saya. “Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepadanya. Apabila ia jatuh tak sampai tergeletak sebab Tuhan menopang tangannya”
Puji syukur kepada Tuhan setelah melewati perawatan 4 bulan dan terutama oleh karena dukungan spiritual dari teman-teman, saya mulai sedikit-sedikit bangkit. Ada saudari yang mendoakan saya. Teman yang tidak bisa saya lupakan adalah Paul Wirjawan. Dia banyak bersekutu dengan saya dan mendoakan serta berbagi Firman. Paul Wirjawan adalah saudara seiman yang membentuk hidup saya. Sekolahpun dijalani kembali. Disini saya mulai melayani di perpustakaan gereja sebagai anggota dan setia disana. Di dalam masa ini saya sering baca buku rohani dan mengisi diri kembali. Kekuatan demi kekuatan saya alami. Dan dalam semester ini ternyata hasil nilai pelajaran saya baik sekali. Seiring dengan pulihnya kesehatan saya maka saya makin giat melayani di perpustakaan.
Kemudian ketua perpustakaan pergi meninggalkan Sydney dan kerja di Singapura. Dan sebagai gantinya saya diangkat menjadi ketua perpustakaan. Pada saat itu saya merasa sukacita luarbiasa. Siapakah saya ini yang boleh melayani sebagai ketua perpustakaan ? Saya seorang yang lemah secara mental namun diipercaya dan diberi tanggung jawab sebagai ketua perpustakan. Karena kepercayaan ini maka semangat pelayanan saya semakin bangkit. Saya mensortir buku-buku yang ada dan membuat program komputer untuk perpustakaan. Saya membuat website perpustakaan. Dan terutama buku-buku lama yang sudah jelek dan tidak menarik boleh diganti dengan buku yang bermutu dan baru. Saya bersama dengan anggota perpustakaan yang lain sama-sama membangun perpustakaan ini. Buku-buku baru disampulkan dan diberi kode baru sesuai dengan kategori buku.
Saya merasakan Tuhan membentuk saya melalui pelayanan perpustakaan ini. Saya mengkonsentrasikan diri saya di pelayanan ini. Bahkan banyak uang saya yang saya persembahkan kepada Tuhan untuk mendukung pelayanan ini : Untuk membeli buku-buku dan keperluannya. Buku-buku yang bermutu dari Indonesia dikirimkan ke sini. Kaset-kaset kotbah dari Indonesia yang bermutu juga dikirimkan. Selain itu CD-CD rohani baru ditambahkan. Jadi isi perpustakaan kita menjadi baru dan menarik.
Dengan giatnya saya melayani sebagai ketua perpustakaan makin dan makin mendorong saya untuk banyak baca buku. Dan kerinduan saya untuk membagi-bagikan kebenaran semakin besar. Hampir setiap minggu saya presentasi isi buku dan memberikan reviewnya dengan print komputer. Kemudian saya juga mempresentasikan di depan gereja lagi-lagu klasik yang baik seperti Handel’Messiah dan juga Vivaldi’ Gloria. Lagu-lagu ini agung ini boleh dikumandangkan dan ada beberapa orang yang membeli lagu-lagu ini yang juga tersedia di perpustakaan kami. Karena Tuhan memberkati pelayanan ini maka makin lama perpustakaan kami semakin maju dan menarik banyak orang untuk meminjam buku, kaset kotbah dan membaca. Statistik peminjaman terus meningkat. Banyak teman yang mensharingkan boleh mendapat berkat rohani dari perpustakaan ini. Kemudian perpustakaan ini akhirnya bekerja sama dengan toko buku rohani yang besar dan akhirnya menjual buku-buku rohani dengan tidak mengambil laba.
Disamping pelayanan perpustakaan gereja, saya mulai juga menulis tulisan-tulisan rohani yang dimuat di buku majalah gereja. Pertamanya karena saya didorong oleh penatua yang mendukung saya. Dan setiap bulan didalam buku majalah gereja memuat artikel-artikel singkat yang saya tulis. Dengan adanya dorongan dan pujian membuat saya lebih serius untuk menulis. Disini Tuhan membentuk saya untuk belajar mengajarkan kebenaran melalui karya tulisan.
Karena kemajuan serta giatnya saya melayani maka saya semakin dipercaya oleh Pendeta dan penatua. Dan akhirnya saya diberikan tugas menjabat sebagai ketua camp. Saya membuat tema dan isi kamp ini yang berjudul “Reformation and Revival”. Namun di pelayanan ini saya kembali mengalami stress. Di dalam pelayanan ini saya semakin menyadari keterbatasan saya di dalam berhubungan langsung dengan orang lain. Terutama di dalam pelayanan ini yang sifatnya banyak berupa tim, saya harus banyak berkomunikasi. Dan saya menyadari kelemahan saya di dalam menyampaikan ide. Saya cenderung bersifat memaksakan ide dan bukan diskusi dan kerja tim. Sekarang saya menyadari kesombongan saya di dalam pelayanan Tuhan. Di dalam pelayanan Tuhan itu seharusnya kita saling melayani dengan rendah hati bukan memaksakan ide dengan keras. Memang Tuhan memberikan saya pengertian Firman tetapi saya harus bisa memasukkan pengertian ini dengan kasih kepada sesama pekerja lainnya. Akhirnya kamp boleh berjalan dengan baik walaupun demikian saya merasa saya tidak bekerja dengan baik secara tim yang saling mengasihi. Namun pengalaman kegagalan ini adalah pengalaman yang Tuhan berikan supaya saya belajar untuk melayani orang dan bukan memimpin. Saya harus belajar peka kepada orang lain.
Ada juga pengalaman-pengalaman rohani yang mendalam yang saya alami di Sydney. Pertama-tama adalah persahabatan saya dengan saudara angkat saya yang bernama Alfred. Kami berdua saling memgasihi dan saling mendoakan. Kami berdua mempunyai kelemahan mental. Alfred, saudara angkat saya menderita Attention Deficit Hyperactive Disorder ( ADHD ) yang membuat dia kurang fokus dalam konsentrasi. Dia bergumul di dalam dirinya. Saya bersyukur boleh bersama-sama dengan dia saling melayani dan mengasihi. Kami sering bersekutu bersama, mincing bersama, makan bersama, berdoa bersama, sharing hidup bersama. Alfred sering tinggal di rumah saya pada waktu itu dan juga sering membawa makanan atau memasak di tempat saya. Dan juga yang sangat mengesankan adalah kita kadang-kadang memberitakan injil sama-sama. Inilah pengalaman rohani yang sangat membangun. Permulaan saya sering membuat traktat atau tulisan yang berisi pesan rohani singkat yang dibagi-bagikan di jalan di kota Sydney. Sehari kita dapat membagikan ratusan tulisan itu dan kita sama-sama berdoa supaya Tuhan bekerja melalui tulisan itu. Sebab Firman yang Allah tidak akan kembali sia-sia.
Kerinduan saya untuk membagikan Firman dan menginjili makin terus membakar di dalam hati saya. Saya sering mendoakan hal ini di dalam doa-doa. Dan Tuhan menggerakkan saya untuk menginjili gembel-gembel. Alfred juga banyak membantu dalam hal ini. Doa kami Tuhan jawab dan Tuhan memberikan kami kerinduan lebih untuk memberitakan injil. Kami setiap hari minggu turun ke jalan dan memberitakan injil. Kami membeli makan ( biasanya berupa roti ) dan minum untuk dibagikan ke gembel-gembel dan disana membawakan Firman Tuhan. Kemudian saya mengajak mereka terima Tuhan dan berdoa. Puji Syukur ada orang yang percaya dan ada juga orang-orang yang dikuatkan. Walaupun jumlahnya sangat sedikit tapi pengalaman ini membentuk rohani saya. Dikemudian hari saya lebih berani membawakan Firman di penjara-penjara karena pengalaman rohani ini. Sungguh sukacita rasanya memberitakan kabar baik ini. Kemudian ada saudari seiman yang mendukung di dalam doa pelayanan ini dan dia yang membuatkan makanan untuk para gembel. Setiap minggu saudari ini membuatkan makanan yang kita bagikan kepada gembel.
Saya pertama-tama bersyukur karena saya boleh pergi ke Australia dan saya sekolah di sana. Saya berterima kasih buat mamah saya yang mendukung saya baik secara material maupun spiritual. Mamah saya bekerja keras supaya boleh sekolah sampai selesai dan mamah giat rajin mendoakan saya. Saya juga berterima kasih buat Pdt. Hanna Tjahya yang terus mendukung serta mendoakan saya. Saya mendapatkan kekuatan rohani melalui beliau. Ibu Hanna ini seperti ibu rohani di mata saya yang memberi makanan rohani supaya saya bertumbuh. Saya bersyukur untuk semua pengalaman yang saya boleh alami di Sydney ini. Untuk setiap kesulitan, pergumulan, depresi yang dialami dan juga kekuatan, Firman, dukungan doa, kasih dari Tuhan dan saudara-saudari seiman. Semua ini mendatangkan kebaikan bagi saya.seperti janji Firman Tuhan “Sebab kita tahu bahwa segala sesuatu mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Tuhan.”. Saya mau bersaksi bahwa Tuhan itu baik. Tuhan itu setia dan Tuhan itu menyertai kita semua. Terpujilah Allah Immanuel Allah beserta kita semua.

Soli Deo Gloria – Jeffrey Lim, 06- Agustus-2005

Read More ....

Tuhan memberikan kepadaku talenta

Tuhan memberikan kepadaku talenta
Seri Kesaksian – Jeffrey Lim

“Kepada mempunyai, makin ditambahkan “

Puji syukur kepada Tuhan, karena anugerahNya yang besar. Dia mendengar doaku. Pernah satu kali aku berdoa kepada Tuhan supaya aku dapat menulis artikel atau buku atau puisi rohani untuk kemuliaan nama Tuhan. Pada mulanya aku belum terbiasa untuk menulis banyak dan sampai sekarang pun masih belajar. Puji Tuhan !, akibat doa itu, aku merasa adanya kekuatan dan pencerahan-pencerahan yang Roh Tuhan berikan sehingga aku dapat menulis. Mulai jadi satu artikel, dua artikel dan mulai jadi renungan-renungan harian. Pernah aku berpikir bagaimana seseorang bisa membikin renungan harian yang pendek setiap hari. Aku merasa luar biasa ketika seseorang dapat menulis banyak renungan singkat 1 saja setiap hari. Sebab tulisan singkat itu bagiku sangat luar biasa. Karena satu Firman yang sederhana bila dikumpulkan selama 365 menjadi 365 Firman dan bila dihidupi walaupun benih yang kecil dan bila jatuh ketanah yang subur maka akan berbuah adanya.
Puji syukur kepada Tuhan, karena anugerahNya yang besar. Sekarang sudah 3 tahun aku sudah menulis dengan rutin. Memang masih banyak kekurangan dan masih kurang produktif. Tetapi ada tangan Tuhan yang menuntun. Adanya kekuatan yang memimpin. Tulisan-tulisan mulai mengalir. Aku teringat pada ayat yang mengatakan bahwa yang mempunyai akan semakin ditambah. Karena aku meminta kepada Tuhan maka Dia memberikan dan menambahkannya terus. Dan juga karena anugerah Tuhan, aku juga melatih diriku menulis dan akhirnya karunia ini ditambahkan lagi.
Memang aku bukan penulis yang handai. Tetapi puji Tuhan ! Aku sudah menulis bagi Tuhan. Adapun aku mempunyai Blog yaitu http://limpingen.blogspot.com . Disana banyak terdapat tulisan-tulisanku. Semoga semuanya boleh menjadi berkat bagi kemuliaan nama Tuhan

Jeffrey Lim
limpingen@gmail.com
21 Februari 2007Guang Zhou

Read More ....

Kerja itu Suci

Kerja itu Suci adanya, Kerja itu rohani adanya
Seri kesaksian
By Jeffrey Lim

Tuhan Yesus berkata bahwa “Dia datang supaya orang boleh mendapat hidup, Hidup yang berkelimpahan”. Kedatangan Yesus adalah supaya orang percaya boleh mendapatkan hidup yang limpah. Hidup yang limpah adalah hidup yang berbuah. Firman Tuhan juga menjanjikan bahwa orang yang merenungkan Firman akan berbuah ( Maz 1 ). Firman Tuhan juga menjanjikan bahwa jika kita tetap dalam FirmanNya maka kita benar-benar murid Tuhan, kita akan mengetahui kebenaran dan kebenaran akan memerderkakan kita. Jadi hidup yang limpah adalah hidup yang berbuah, hidup yang dimerdekakan dan hidup yang berarti. Hidup yang bermakna. Hidup yang bisa puas adanya. Tuhan adalah gembalaku, aku tidak kekurangan.
Saya pribadi mulai senang merenungkan apa makna, apa arti, apa nilai dari sesuatu. Semua ini karena saya pernah mengalami apa yang dinamakan kekosongan makna di dalam hidup. Semua seperti hampa, semua seperti kosong, semua seperti sia-sia. Tetapi sekarang oleh anugerah Tuhan, banyak hal menjadi indah. Sebelumnya ada pikiran dan ide-ide yang membuat saya tidak bebas dan tidak bermakna tetapi Firman Tuhan membebaskannya. Dan di dalam renungan pada hari ini saya ingin kita merenungkan sedikit bagian dari Firman Tuhan dari Kitab Kejadian 1:26-30 yang mempunyai makna besar bagi hidup kita.
Di dalam bagian ini dijelaskan bahwa kita sebagai manusia adalah gambar dan rupa Allah. Arti gambar dan rupa Allah itu begitu luas dan kita hanya membahas satu aspek yaitu manusia sebagai mahluk yang bekerja. Manusia sebagai working being. Tuhan Allah setelah menciptakan manusia, Dia memerintahkan manusia untuk beranak-cucu dan penuhi bumi dan taklukankah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi. Di dalam Kejadian 2 dikatakan Tuhan menempatkan manusia dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Perintah ini adalah mandat dari Tuhan. Dan Mandat dari Tuhan itu berotoritas. Mandat ini adalah mandat penciptaan. Dan mandat ini bersifat universal dan masih berlaku sampai sekarang ini. Mandat ini sering disebut mandat budaya.
Kita mungkin sering mendengar kata mandat budaya. Tetapi artinya apakah kita sungguh-sungguh menyadarinya dengan bahasa sehari-hari. Bahasa sehari-harinya adalah kita harus bekerja dan mengembangkan budaya. Karena manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, manusia adalah mahluk sosial, mahluk religius, mahluk berbudaya, mahluk berkomunitas, mahluk berpikir, mahluk kreatif, mahluk berpribadi. Manusia sebagai gambar Allah adalah yang mengakibatkan manusia berbudaya. Lebih singkatnya kita sebagai manusia adalah harus bekerja dan mengembangkan dunia ini. Bukan saja untuk mencari uang untuk hidup tetapi untuk mengelola dunia ini. Ini adalah makna sesungguhnya dari ekonomi yaitu rumah tangga. Untuk mengelola alam semesta.
Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya bahwa Firman Tuhan itu membebaskan dan Firman Tuhan itu membuat hidup menjadi limpah. Apakah kita sadar kelimpahan akan Firman Tuhan di dalam ayat ini ? Mungkin kita anggap biasa. Tetapi marilah kita merenungkan sesuatu yang pernah menjadi pergumulan saya yang ingin saya sharingkan dan semoga menjadi berkat. Saya ingin mencoba menjelaskan pergumulan ide yang sulit dengan sesuatu yang sederhana yaitu pengalaman hidup sehari-hari. Ingat bahwa ide mempunyai konsekuensi. Ide yang salah mengakibatkan aplikasi yang salah. Ide komunis mengakibatkan Negara hancur. Ide Darwinis mengakibatkan manusia jadi ateis. Ide Sigmund Freud bisa mengakibatkan orang yang sakit mental tidak bertanggung jawab. Ide mempunyai konsekuensi dan ide Firman Tuhan mengakibatkan kelimpahan hidup.
Saya dulu tidak sempat menganalisa pikiran saya dan saya di sekolah di sekolah Katolik. Saya tidak tahu ide apa yang pernah masuk di dalam hidup saya. Satu hal ini adalah belajar dari kesalahan saya. Yang jelas setelah saya besar saya mempunyai pandangan bahwa kehidupan pelayanan gerejawi adalah lebih suci daripada pekerjaan di dunia sekular. Bahkan di dalam ekstrimnya saya menganggap bahwa pekerjaan di dunia sekular, cari uang dan berdagang dan bekerja adalah kurang suci. Ingat kata suci ini digunakan untuk pemisahan antara yang suci dengan yang najis seperti pemisahan di dalam Imamat yaitu binatang yang haram dan suci, orang yang dikuduskan seperti imam dan orang biasa, dll. Saya terbelenggu oleh ide seperti ini. Jadi pedagang tidak suci, yang suci adalah yang hamba Tuhan atau jadi guru atau pekerja sosial atau dokter. Tetapi yang cari uang itu saya dengar di dalam dunia itu banyak tipu-tipu. Sejak kelas 1 SMA, setiap hari pulang sekolah suka bantu kerja di toko mamah dan bawa mobil juga antar-antar mamah dalam pekerjaan dagang. Tetapi tetap punya pikiran bahwa pedagang kurang suci.
Ini mengakibatkan saya mempunyai pikiran yang selalu mau bekerja di gereja. Contohnya adalah 3 hal. Sewaktu di Australia, teman-teman biasanya sambil sekolah sambil bekerja sampingan. Tetapi saya tidak. Tetapi apakah saya bekerja. Saya bekerja dalam pengertian tidak bekerja di dunia sekular. Saya saat itu sebagai coordinator utama perpustakaan. Dan saya yang membuatkan program perpustakaan, memesan buku2 momentum dari Indonesia, menyumbangkan banyak buku dari indo, dan juga membuat website untuk perpustakaan dimana orang bisa lihat buku apa yang ada diperpustakaan dan bisa lihat rangkumannya di internet. Setiap minggu saya pasti promosikan review 1 buku di depan mimbar dan kadang buat ringkasannya dan dibagikan. Dan yang kemudian sampai menjual buku di gereja bekerja sama dengan toko buku Koorong dan menjualnya di gereja. Bila penjualan sampai AUD $10.000 maka setiap pembelian buku akan mendapat diskon 10%. Dan puji Tuhan pada jaman saya, penjualan sudah sampai AUD $6.000.
Kemudian setelah pulang dari Indonesia, saya sudah lulus dari Sarjana Ilmu Komputer dan ketika berpikir untuk bekerja, saya bekerja di gereja. Jadi gereja adalah rumah Bapaku dan tempat kerjaku. Saya masih anti bekerja di sekular. Beberapa kali selama hidup saya selalu bekerja dan hidup di gereja. Dan pikiran seperti ini adalah dualisme yang mengakibatkan hidup menjadi sempit. Ide seperti ini adalah ide yang berasal dari Teologi Abad pertengahan yang dianut oleh orang Katolik yang membagi antara imam dan orang awam. Imam adalah orang yang suci dan awam adalah orang biasa. Pekerjaan imam adalah suci tetapi pekerjaan awam adalah lebih kotor.
Tetapi puji Tuhan, saudara-saudari bahwa Luther mendobrak dan mengajarkan “Keimaman semua orang percaya”. Luther mengajarkan bahwa semua orang percaya adalah imam dan pekerjaan mereka adalah suci adanya. Para reformator dengan semangat mau kembali ke Firman Tuhan sudah menemukan kebenaran Firman Tuhan yang membebaskan. Terutama sumbangsih dari Kekristenan dari para reformator terhadap dunia ini adalah salah satunya memandang pekerjaan sebagai panggilan. Ini sesuatu yang powerful dan meaningful.
Pekerjaan adalah panggilan. Pekerjaan adalah satu vocation. Panggilan hidup bagi orang percaya bukan saja hanya jadi panggilan hamba Tuhan secara full timer tetapi juga adalah pekerjaan sehari-hari. Panggilan untuk menjadi dokter, guru, pedagang, pekerja, restoran seperti ko Yongsun yang memberi makan banyak orang, dll. Kehidupan pekerjaan adalah suci adanya. Pekerjaan tidak adanya yang lebih suci atau lebih sekular. Semua baik adanya. Kecuali yang berhubungan dengan dosa seperti menjual obat, prostitusi, teroris, bajak laut, perampok. Ini pekerjaan jahat. Tetapi semua pekerjaan yang halal adalah baik adanya dan suci adanya. Dan bekerja adalah panggilan hidup.
Di dalam buku 8 habits dari Stephen Covey dikatakan bahwa yang penting di dalam pekerjaan adalah menemukan pemenuhan diri. Di jaman industri, pekerja dianggap menjadi cost dan pekerja dipandang sebagai sesuatu yang menghabiskan biaya. Maka pekerja tidak menemukan pemenuhan dirinya. Tetapi Stephen Covey mengganggap setelah abad industri adalah abad informasi kemudian abad kebijaksanaan dimana orang dianggap sebagai asset. Pekerja dianggap sebagai sesuatu yang berharga. Pekerja diharapkan menemukan pemenuhan dirinya. Wah ini suatu pengajaran humanis yang menganggap manusia itu berharga. Tetapi pengajaran menganggap pekerja sebagai orang yang berharga adalah ada dengan Kekristenan. Bahkan kekristenan adalah humanisme yang sejati yang berpusat bukan kepada manusia tetapi kepada Allah. Karena manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah dan sebagai mahluk yang bekerja, maka manusia itu berharga dan di dalam bekerja itu orang menemukan pemenuhan dirinya.
Mengapa di dalam bekerja orang menemukan pemenuhan dirinya ? Karena ini sudah ditetapkan Allah di dalam mandat penciptaan. Coba saja kalau anda tidak bekerja, anda merasa diri anda kosong dan tidak berarti. Tetapi di dalam bekerja manusia menemukan meaningnya. Karena manusia diciptakan untuk bekerja dan bekerja adalah mulia adanya.
Marilah bekerja untuk Tuhan. Karena itu apapun yang perbuat, perbuatlah untuk nama Tuhan dipermuliakan.

Jeffrey Lim
limpingen@gmail.com
Jumat, 9 Februari 2007
Taipei

Read More ....
Powered By Blogger

LIMPINGEN BLOG