Tuesday, February 15, 2011

Refleksi tentang Berpikir

Refleksi tentang berpikir : : Tahu dari mana kita mengenal dan mengerti orang lain, diri sendiri dan sekitar kita dan ternyata pengertian itu benar ?

                Orang yang mengalami schizophrenia atau psychotic mengalami delusi dan halusinasi dimana pikiran, perasaan dan realitas yang dia alami dengan dunia luar ternyata tidak benar dan tidak real. Dari kasus ini ingin saya ambil waktu sejenak  untuk refleksi dan berpikir : bagaimana kita tahu bahwa pikiran kita itu benar sesuai dengan realitas ? Bagaimana kita yakin pikiran kita itu sinkron dengan realitas ?
Kalau kita pernah menonton film Matrix, disana ada satu pandangan kita mengenal realitas. Bagaimana kita tahu pikiran kita di dalam mengenal dunia luar ini benar ? Jangan-jangan kita otak kita sedang di plug in dengan computer dan semua pengenalan kita itu semua tidak real ? Sejauh mana pikiran kita itu benar-benar sesuai dengan realitas ?
                Ambil contoh sederhana lagi : ada sepasang orang suami istri yang berasal dari 2 kebudayaan yang berbeda sedang berkomunikasi. Istri berasal dari China dan suami berasal dari Amerika. Di dalam budaya china, minum teh adalah ada cangkir dan ada teko dari tanah liat dan ada tehnya di dalamnya. Di dalam budaya amerika, minum teh mungkin minum ice lemon tea. Ketika suami berbicara kepada istri untuk meminta minum teh, tahu dari mana pengertian tehnya itu benar ? Bila ternyata mereka akhirnya berkomunikasi dengan bahasa dan akhirnya mengerti pengertian mereka tentang minum teh itu akhirnya sama lalu apa yang menjadi kepastian bahwa pengertiannya benar ?
                Kemudian lebih lanjut : Waktu suami dan istri saling komunikasi dan saling mengenal. Tahu dari mana pengenalan di pikiran suami itu sama dengan realitas sebenarnya tentang istrinya. Dan tahu dari mana kata-kata dari istri itu pengertiannya sama dengan pengertian di dalam pikiran suaminya ? Apa dasar common ground untuk pengetahuan supaya komunikasi antar manusia bisa saling dimengerti ?
                Bagaimana bila ternyata waktu kita mengenal diri kita atau orang lain ternyata itu tidak sesuai dengan realitas fakta sebenarnya ?
                Sebelum kita melanjutkan lebih jauh, coba pikirkan hal ini. Sebenarnya sesuatu itu indah karena itu pemahaman orang yang memandangnya atau itu ada di dalam benda itu sendiri. Itu objektif atau subjektif ? Waktu kita mengatakan perempuan itu cantik , itu cantik ada dimana ? Di pikiran kita atau di benda itu sendiri ? Bagaimana kalau ternyata kita bilang itu cantik dan ternyata pikiran kita tidak sinkron dengan realitas dan ternyata realitasnya tidak cantik ? Apakah pikiran kita benar ? Apa dasarnya ?
                Mungkin kita pikir buat apa perenungan seperti ini ? Bikin pusing saja. Bikin sakit kepala. Buat apa mikir-mikir, jalani aja. Tapi masalahnya ini serius kepada kehidupan. Bila ternyata pengertian kita tidak sinkron dengan realitas. Bila ternyata pengertian kita waktu kita komunikasi dengan pasangan kita ternyata interpretasinya tidak tepat maka kita sebenarnya teralienasi dengan realitas. Ini mengerikan !
                Misalnya kedua suami istri terus menerus ingin saling mengenal satu sama lain dan mereka saling mengasihi. Alangkah mengerikannya bila ternyata mereka merasa tidak mengenal pasangannya karena tidak ada kepastian bagaimana mereka bisa yakin pemahaman mereka itu sesuai dengan realitas.
                Juga ketika kita mengenal diri kita dengan kesadaran kita dan ternyata kita tidak mengenal diri kita. Itu mengerikan ! Kita teralienasi dengan pikiran kita. Realitas mengenai diri kita tidak sama dengan apa yang kita pikirkan atau rasakan.
                Tetapi bersyukur kepada Tuhan !
                Ternyata jawaban terhadap pergumulan ini ada !
                Kita bisa mengerti diri kita, orang lain, dunia di luar kita dan pengertian itu benar karena ada dasarnya. Dunia ini dunia ciptaan Tuhan. Dan Tuhan menciptakan dunia ini dengan FirmanNya.  Ciptaan Tuhan ini ada hukumnya. Hukum yang bersifat aspektual ini bersifat menyeluruh  dan multiaspektual. Bila kita mau mengerti apa yang indah di dalam sebuah benda, ada yang menjembatani keindahan yang ada di dalam benda itu dan keindahan di dalam pikiran kita. Yaitu hukum aspek keindahan. Hukum aspek keindahan ini ada di dalam benda itu dan ada di dalam pikiran kita. Dan ini hukum di alam semesta yang Tuhan ciptakan. Jadi hukum ini yang memediasi.
                Bila kita dan pasangan kita sedang berkomunikasi dan saling berbicara maka kita bisa saling mengerti satu sama lain karena hukum kategori pengertian di dalam pikiran kita dan hukum di dalam perkataan kita dan hukum kategori pengertian di dalam pikiran pasangan itu hukum yang sama. Baik dunia luar ini dengan dunia pikiran kita, hukum yang memediasinya sama. Karena dunia eksternal dan dunia internal kita ini sama-sama diciptakan oleh Firman Tuhan.
                Bersyukur untuk Firman Tuhan yang membuat kita bisa mengenal realitas dengan benar. Melalui Firman Tuhan kita bisa berpikir benar. Walaupun itu tidak sepenuhnya lengkap tetapi itu benar dan tepat. Jadi kita tidak usah jatuh ke dalam skeptisme atau jatuh ke dalam nihilism.

Puji Tuhan !
Jeffrey Lim
Selasa, 15 Februari 2011

Read More ....

Aplikasi dari Pengertian yang menerobos konsep wawasan dualisme

( Kelanjutan dari artikel selanjutnya mengenai “Percakapan Yesus menerobos konsep wawasan yang dualisme”. )
* Notes : Ada baiknya sebelum membaca artikel ini membaca artikel sebelumnya supaya konteksnya dimengerti

 Jeffrey Lim

Dengan wawasan Kristen yang benar maka kita memandang semua bagian realitas ciptaan Tuhan baik adanya dan tidak terjadi dualisme di dalam berpikir dan hidup. Dualisme gnostik dan Platonism menganggap bahwa dunia non materi lebih tinggi dan dunia materi lebih rendah bahkan ada nuansa jahat.  Pemikiran ini tidak sesuai dengan pemikiran Alkitab. Saya teringat akan lagu “All things are bright and beautiful”. Lagu ini melukiskan bahwa Tuhan menciptakan dunia ini dan segala sesuatunya indah adanya. Baik aspek ciptaan yang berupa materi : pohon, burung, laut, langit, dan aspek ciptaan yang berupa non materi : bentuk, matematik, logika, konsep, semua ini indah adanya. Sungguh bersyukur kita hidup di dalam dunia ciptaan Tuhan yang indah ini. Dunia ini indah karena Penciptanya maha bijaksana dan maha baik adanya.

Di dalam refleksi kali ini, saya ingin membagikan luar biasanya pengertian integratif ini di dalam memandang kehidupan dan menerobos konsep yang dualisme. Sebab dengan konsep yang dualisme sebenarnya membuat hidup menjadi sempit dan sesak. Namun kebenaran Tuhan itu membebaskan. Kebenaran Tuhan itu memerdekakan. Dan kebenaran  Tuhan itu membuat hidup menjadi limpah. Yang saya ingin bagikan di dalam refleksi ini adalah mengenai panggilan Tuhan.
Ketika kita mendengar seseorang mengikut Kristus dan kemudian meninggalkan kepercayaan berhalanya dan percaya Tuhan maka kita bersukacita. Ketika orang itu mengalami penganiayaan dan kesulitan dan pergumulan memikul salib  di dalam mengikut Tuhan maka kita bersyukur dan mengatakan orang itu diberkati. Kita berpikir karena ini sesuai dengan ucapan bahagia kotbah di bukit bahwa yang dianiaya karena kebenaran adalah diberkati. Kita juga menganggap bahwa orang ini bijaksana karena memilih sesuatu yang mulia yaitu mengikut Kristus.

Kemudian ada satu kasus lagi dimana seseorang tadinya seorang pedagang dan kemudian dipanggil Tuhan menjadi hamba Tuhan yang memberitakan Injil. Ketika orang itu tadinya kaya punya banyak materi dan kemudian orang itu sekarang memikul salib menjadi penginjil atau pendeta maka kita pun mempunyai pemikiran yang serupa dengan analogi di atas.

Kehidupan yang evil atau lebih evil           ->   Kehidupan yang lebih mulia / diberkati

Tetapi sebenarnya kedua perbandingan di atas itu tidak sama analoginya. Dan mari kita balikkan pengertiannya yaitu bila seseorang tadinya terjun di dalam pelayanan namun sekarang masuk ke dunia usaha, apa yang terjadi di dalam pemikiran orang percaya ? Orang yang menempuh jalan di bidang usaha dan tidak jadi di bidang “rohani” menempuh kehidupan yang lebih sekular, lebih tidak suci.

Ini adalah dualisme.

Mengapa saya berani berkata demikian ? Karena itu ada prinsip kebenarannya ? Sebenarnya saya pribadi juga bergumul banyak di dalam wilayah dualisme ini. Ini pergumulan real hidup saya. Dahulu saya masuk di sekolah teologi dan berbagian banyak di dunia pelayanan gerejawi. Mengapa saya mau melayani di pelayanan gerejawi ? Saya harus berkata jujur  satu hal yaitu : Dulu saya di dalam kekosongan hidup dan kehampaan serta pencarian makna hidup mengerti kebenaran secara salah. Saya menanggap dunia pelayanan gerejawi lebih suci dan lebih mulia di bandingkan dengan dunia pekerjaan. Dan saya menganggap hal-hal usaha itu lebih kotor adanya daripada pelayanan gerejawi. Kemudian saya masuk di sekolah teologi. Tetapi di dalam saya menjalani bidang ini banyak naik turun. Dan pergumulan hidup saya selama 10 tahun ini berada di dalam ketegangan pemikiran antara pelayanan gerejawi dan pekerjaan di dalam makna keberartiannya. Orang yang mengenal hidup saya mengetahui bahwa saya ada masuk sekolah teologi kemudian cuti, kemudian sekolah kemudian masuk lagi namun keluar, kemudian masuk lagi dan cuti lagi dan sekarang kerja. Ada pendulum bulak balik di dalam pergumulan ini. Sewaktu saya memasuki dunia kerja, saya mengalami kesulitan real di dalamnya. Pergumulan akan makna. Saya sering ingin meninggalkan pekerjaan saya dan masuk ke dunia pelayanan lagi.
Saya anggap itu lebih mulia. Namun ternyata banyak hal sulit dan kurang memungkinkan.

Tetapi puji syukur kepada Tuhan ! saya dibukakan pengertian dari FirmanNya. Semua aspek realitas baik adanya. Semua ciptaan Tuhan baik adanya. Kalau kita mau pereteli lebih jauh seringkali di dalam pemahaman dualisme ( misalnya Gnostik atau Platonisme Yunani ) memandang bahwa aspek batiniah, aspek non materi lebih tinggi dan lebih baik daripada aspek tubuh, aspek materi yang dipandang lebih jahat. Ini pola pikir dasarnya. Dan bagaimana jika kita memakai framework yang salah ini di dalam menginterpretasikan Firman Tuhan ?
Ambil contoh : Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
Seringkali penafsiran mencari kerajaan Allah ini dikaitkan dengan panggilan menjadi pelayan gerejawi full timer dimana itu lebih tinggi daripada panggilan usaha.  Pekerjaan di dalam aspek non materi lebih tinggi daripada pekerjaan di dalam aspek materi.

Ambil contoh : Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah.
Di dalam Alkitab ini sudah jelas bahwa manusia butuh roti dan roti itu baik. Di bagian ini ditekankan bukan dari roti “saja”. Berarti roti perlu. Tetapi bukan roti saja yang diperlukan untuk hidup namun Firman yang keluar dari mulut Allah diperlukan untuk hidup.   Kemudian ditegangkan antara hidup jasmani yang perlu roti dan hidup rohani yang perlu Firman. Dan mari mencari hidup yang rohani mencari Firman yang nilainya lebih tinggi daripada mencari roti. Penafsiran pembagian hidup rohani dan jasmani bukan tidak benar. Namun frameworknya harus benar.

Bagian ini lebih sulit dan perlu konsentrasi.

Nah, waktu kita mengatakan Firman itu aspek non materi dan roti ini aspek materi. Hati-hati di dalam pembagian ini. Sebab kita sedang mengkacaukan aspek Creator dan aspek creation. Sudah jelas aspek Creator itu lebih tinggi dan kudus ( maksudnya dipisahkan ) daripada aspek ciptaan. Allah adalah kudus sebab Ia berbeda dengan ciptaan. Dia dipisahkan dan berbeda dengan ciptaan. Tetapi hati-hati dengan pembagian kategori seperti ini dan di dalam pengkategorian yang analoginya seakan-akan sama.
-          Materi vs Non Materi
-          Roti vs Firman
-          Usaha vs Pelayanan
-          Tubuh vs Jiwa
-          Sementara vs Kekal
-          Biasa vs Kudus

Pembagian seperti ini kelihatan seperti benar namun ada problematisnya. Daftar kategori di atas tidak sama analoginya. Sebelum kita membagi kategori seperti ini marilah kita membagi kategorinya seperti :
-          Creator dan creation.
-          Di dalam creation ada aspek materi dan ada aspek non materi. Ada aspek usaha dan pelayananan. Ada tubuh dan jiwa.  Semuanya baik adanya.

Ada perbedaan kualitatif yang besar antara Creator dan creation. Sewaktu kita mengatakan bahwa carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya maka semua itu akan ditambahkan kepadamu. Maka pengertiannya adalah carilah Creator, kemuliaan Creator, kerajaanNya, dan kehendakNya daripada mencari creation ( roti ). Pengertian ini bukan mengajarkan bahwa kita mencari dahulu pekerjaan pelayanan gerejawi lebih daripada pekerjaan seakan-akan pekerjaan usaha itu lebih evil. Pengertian yang lebih tepat adalah : hidup kita dibawah kedaulatan Allah dan apapun yang kita lakukan marilah kita lakukan untuk kemuliaan nama Tuhan. Carilah kemuliaanNya, kerajaanNya, dan kehendakNya.
Jadi apa yang membuat panggilan seseorang itu mulia adanya ? Nilainya bukan terletak pada pelayanan gerejawi yang bersifat non materi yang lebih tinggi daripada pekerjaan yang bersifat materi lebih rendah. Nilai mulianya panggilan seseorang memikul salib adalah kalau dia menjalankan panggilan yang Tuhan mau di dalam hidupnya. Panggilan itu unik dan sesuai dengan kedaulatanNya. Dan ini tidak berarti panggilan di pelayanan lebih tinggi nilainya daripada panggilan di dunia bisnis. Mulia atau tidaknya dinilai dari ketaatan akan panggilan Tuhan di bidangnya yang Tuhan sudah tetapkan. ( Untuk pengertian panggilan diperlukan pemahaman khusus lagi yang tidak dibahas disini )

Nah ada satu problematis bila kita memandang hidup dengan dualisme. Seharusnya semua pekerjaan adalah mulia bila itu panggilanmu. Namun ada beberapa contoh perkataan yang bisa membuat kita merasa bidang pekerjaan lebih rendah daripada bidang pelayanan :
-          Mencari nafkah tidak habis-habis. Itu sementara. Namun mencari jiwa itu kekal dan nilainya kekal. Sering mendengar perkataan seperti ini bukan ? ( saya tidak mengatakan itu salah namun frameworknya harus benar )
-          Hidup ini fokusnya untuk menginjili. Injil lebih berharga daripada materi.

Sewaktu seseorang mengatakan bahwa Injil itu berharga dan mulia. Saya setuju 100%. Amin ! Injil itu sangat bernilai dimana Anak Allah mengorbankan diriNya untuk supaya kita diselamatkan. Namun satu hal kita musti mengerti bahwa Injil bukan hanya Injil Keselamatan ( Soteriologi ). Tetapi Injil Kerajaan Allah. Apabila anda membaca Kitab Injil di dalam Alkitab maka kalimat yang muncul bukan Injil Keselamatan tetapi Injil Kerajaan Allah.

Apa bedanya Injil keselamatan dan Injil kerajaan Allah ? Berbeda wawasannya.

Seringkali ketika seseorang menginjili maka dia berpikir adalah membawa orang berdosa kembali kepada PenciptaNya. Berdamai melalui pengorbanan Sang Penebus, Yesus Kristus anak Allah. Ini betul tetapi ini hanya bagian keselamatan. Satu hal yang perlu kita pahami bahwa penebusan itu bukan hanya keselamatan pribadi. Kristus bukan hanya Juruselamat Pribadi. Tetapi Dia adalah Juruselamat Cosmic. Dia adalah Juruselamat Dunia. Semua aspek realitas yang sudah menyeleweng harus ditebus dan dikembalikan kepada Tuhan.

Jadi fokus Injil bukan hanya keselamatan ( walaupun itu penting sekali ). Tetapi supaya ciptaan ini semuanya dibawa kembali kepada Tuhan Allah. Inti Tuhan Allah menciptakan manusia dan dunia ini adalah supaya semuanya boleh memuliakan Tuhan.
Tuhan menciptakan ilmu matematik untuk memuliakan DIa
Tuhan menciptakan ilmu bahasa untuk memuliakan DIa
Tuhan menciptakan ilmu ekonomi untuk memuliakan Dia.
Tuhan menciptakan ilmu kedokteran untuk memuliakan Dia.
Tuhan menciptakan ilmu logika untuk memuliakan Dia.
Tuhan menciptakan ilmu kimiawi untuk memuliakan Dia.
Tuhan menciptakan ilmu fisika untuk memuliakan Dia.
Tuhan menciptakan semua pengetahuan untuk memuliakan Dia.

Jadi semua harus dibawa untuk kemuliaan nama Tuhan. Bahkan bisnis, ekonomi, Teknologi Informasi, dll, semua ini ada tujuan yang Tuhan tetapkan. Yaitu untuk memuliakan nama Tuhan. Maka melakukan pekerjaan apapun yang halal sesuai panggilan Tuhan di dunia ini adalah mulia adanya. Semua pekerjaan yang baik adalah ibadah kepada Tuhan. Luther mengatakan bahwa dunia adalah biaraku. Tempat kita melakukan ibadah ini bukan hanya di gereja namun di dunia.
Sebelum menutup perenungan ini, Saya harus menyeimbangkan kembali bukan berarti ketika kita terus bekerja di dunia ini kita melupakan pelayanan gerejawi. Tidak boleh saling mereduksi dan saling mengecilkan. Jangan kembali kepada pendulum yang saling bertegangan. Sebenarnya antara pelayanan gerejawi dan usaha bisnis bisa diharmoniskan dan sama-sama ada panggilannya. Tidak ada yang lebih mulia dan kudus. Yang mulia itu bila kita berpadanan dengan panggilan yang Tuhan inginkan di dalam hidup kita.
Frameworknya lebih baik kita lihat bukan seperti
Usaha vs Pelayanan gerejawi

Tetapi
Creator dan creation
Dimana creation harus memenuhi panggilannya untuk memuliakan Tuhan baik dalam bidang apapun.
Kiranya dengan perenungan artikel ini membuat kita bisa menghargai semua pekerjaan yang Tuhan berikan. Segala sesuatu indah adanya. Dan hidup kita menjadi indah bila berjalan sesuai dengan panggilanNya.

Soli Deo Gloria
Jeffrey Lim
Di dalam refleksi ingin membagikan pengertiannya dan menyadari pengertiannya masih perlu terus diperbaharui
23 Januari 2011.

Read More ....

Percakapan Yesus menerobos konsep wawasan yang dualisme ( Baik Platonisme Yunani maupun Gnostik )

Hari ini ketika saya sedang membaca Injil Yohanes 4-6, saya kembali dikagumkan oleh pengertian Firman Tuhan. Firman Tuhan benar-benar luar biasa, menyegarkan jiwa dan memberikan hikmat kepada yang tidak perpengalaman. Percakapan Yesus kepada orang-orang itu luar biasa. Mengapa ? Sebab Dia bukan saja manusia tetapi Dia adalah Allah. Marilah kita menyaksikan apa yang Dia katakan di dalam Yohanes 4-6.

Di mulai dengan Yohanes 4 dimana ada perempuan Samaria yang sedang menimba air. Saya coba mengutip Alkitab dimana Yesus berkata kepada perempuan Samaria : “Berilah Aku minum”. Perempuan Samaria itu heran karena orang Samaria tidak bergaul dengan orang Yahudi. Yesus berkata “jikalah engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu : Berilah Aku minum ! niscaya engkay telah meminta kepadaNya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup.” Kata Perempuan itu kepadaNya : “Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu ?” Apakah Engkau lebih besar dari pada bapa kami Yakub, yang memberikan suur ini kepada kami dan yang telah minum sendiri dari dalamnya, ia serta anak-anaknya dan ternaknya ?. Jawab Yesus kepadanya : “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal”.

Sampai sini, seringkali di dalam membaca perikop ini, pikiran kita dipengaruhi konsep dualisme. Konsep dualisme itu beragam baik dari filsafat Yunani maupun juga dari Gnostik. Intinya membagi realitas menjadi 2 bagian yaitu unsur materi dan non materi dimana materi dipandang lebih rendah dan bahkan jahat daripada unsur non materi. Dan seringkali dengan memakai pola pikir dualisme kita mengerti bahwa unsur rohani itu adalah unsur non materi. Bagaimana bila pola pikir ini kita terapkan di dalam menafsirkan Alkitab. Pengertiannya  menjadi : Orang dunia pada umumnya mencari hal-hal materi seperti perempuan Samaria itu haus. Namun materi itu tidak memuaskan jiwa. Karena itu carilah hal-hal yang non materi sebab materi itu lebih jahat. Kepuasan ada di dalam hal-hal rohaniah ( dan seringkali konsepnya mistik ). Yesus menawarkan kepada perempuan Samaria hal-hal yang non materi yaitu air hidup. Yaitu kerohanian. Dan kemudian perempuan Samaria itu meninggalkan tempayannya yang materi dan hidup untuk yang non materi.

Kelihatannya seperti bagus juga bukan penafsirannya ? Tetapi penafsiran ini dualisme dan fragmentasi. Yesus sendiri mengajarkan bahwa manusia bukan hidup dari roti saja ( berarti perlu ) tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah.  Problematis bila kita mengganggap materi itu jahat maka ada beberapa konsekuensi :
1. Realitas ciptaan Tuhan ada wilayah yang jahat. Secara doktrin penciptaan ada masalah.
2. Firman menjadi daging ( materi ). Allah menjadi manusia. Secara kristologi ada masalah
3. Bekerja menghasilkan materi menjadi problematis. Secara praktis kehidupan Kristen
4. Pekerjaan yang kelihatannya agamawi lebih rohani daripada pekerjaan yang sekular. Ini menimbulkan dualisme yang lain.
5. Dll.
Lanjut !

Nah kemudian bila kita melanjutkan pembacaan dari Yohanes 4. Setelah perempuan Samaria pergi,  murid-murid Yesus datang dan mengajak Dia, katanya : “Rabi, makanlah !”. Akan tetapi Ia berkata kepada mereka : “PadaKu ada makanan yang tidak kamu kenal”. Maka murid-murid itu berkata seorang kepada yang lain: “Adakah orang yang telah membawa sesuatu kepadaNya untuk dimakan”. Kata Yesus kepada mereka : “Makananku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya”.

Sampai disini bila kita memakai pola pikir dualisme materi dan non materi. Maka penafsirannya berarti makanan yang bersifat materi itu lebih rendah. Dan Yesus mempunyai makanan yang lebih tinggi yaitu hal-hal kerohanian ( dalam arti non materi ). Benarkah penafsirannya tepat seperti itu ?

Mari kita lanjut !

Menariknya di dalam Injil Yesus peduli kepada hal-hal yang bersifat badaniah di dalam orang-orang yang ditemuinya. Yesus mencelikkan mata orang buta, menyembuhkan orang sakit dll. Dan yang di dalam Yohanes 6 dicatat satu peristiwa dimana Yesus memberi makan 5000 orang. Ketika masa berbondong-bondong mengikuti Dia dan mereka perlu diberi makan maka Yesuspun memberikan mereka makan. Di dalam Injil lain kalimatnya begitu jelas yaitu “beri mereka makan !”. Di dalam semua ini tidak ada nuansa bahwa yang bersifat materi lebih rendah daripada  yang bersifat non materi. Agama Kristen adalah agama yang dipengaruhi Alkitab dan oleh hidup Yesus adalah agama yang sangat memperhatikan hal-hal jasmani. Kekristenan mempengaruhi bidang kedokteran , hak asasi manusia seperti kebebasan hak budak, melarang aborsi, melawan praktik ketidakmanusiaan seperti suami mati istri harus ikut mati, dll. Hal ini karena Kekristenan memandang bahwa tubuh manusia yang materi itu bernilai karena diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Materi tidak jahat. Karena materi adalah ciptaan Tuhan.

Pertanyaannya bagaimana kita bisa menerobos pemahaman dualisme materi dan non materi di dalam memandang realitas ? Titik puncak nanti ada di pengakuan Petrus.

Untuk itu mari kita lanjutkan.

Di dalam Yohanes 6 setelah Yesus memberi makan 5000 orang maka banyak orang mencari Yesus. Kemudian Yesus berkata : “sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu;  Sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa , Allah, dengan materaiNya. Sampai sini kita bisa terjebak pada pemikiran dualisme yang sama yaitu materi atau roti itu lebih rendah dan sementara dan karena itu mencari roti bersifat lebih rendah / jahat. Lebih baik mencari hal-hal rohani daripada roti yang sementara. Kelihatannya seperti masuk akal bukan penafsiran seperti ini ?
Di dalam perdebatan antara orang banyak dengan Yesus mengenai makanan dan juga manna di padang gurun, Yesus berkata di dalam pasal 6 ayat 32 : Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari surga, melainkan BapaKu yang memberikan kamu roti yang benar dari surga.

Sampai sini kita ada sedikit titik terang yaitu : Sumber roti itu Bapa. Sumber materi itu dari Allah. Karena itu tentunya baik. Sumber berkat adalah Allah. Di dalam Doa Bapa kami diajarkan “Give us our daily bread”. Sebenarnya berarti roti materi adalah sesuatu yang baik. Jujurnya kita juga setiap hari perlu materi baik makanan maupun pakaian dll. Itu semua baik adanya. Tetapi lebih dari itu Yesus di Matius 6:33 mengatakan Cari dahulu kerajaan Allah dan kebenaranNya maka semua akan ditambahkan kepadaMu. Di perikop itu dikatakan bahwa Bapamu yang disurga tahu kebutuhanmu. Berarti memang materi dibutuhkan oleh manusia dan tidak jahat adanya. Roti itu perlu. Pakaian itu perlu. Namun ada sesuatu yang lebih dari hanya sekedar itu yaitu Yesus berkata : “Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari surga dan yang memberi hidup kepada dunia.” Maka kata mereka kepadaNya : “Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa.” Kata Yesus kepada mereka “Akulah roti hidup, barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepadaKu, ia tidak akan haus lagi.”.

 Kalau kita melihat perkataan Yesus disini sebenarnya ada pengertian yang luar biasa dalam. Perhatikan kata “hidup”. Roti hidup. Dan perhatikan perkataan selanjutnya mengenai hidup yang kekal Respon mereka bersungut-sungut karena Yesus telah mengatakan :”Akulah roti yang turun dari surga”. Kata mereka : “Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapanya kita kenal ? Bagaimana Ia dapat berkata : Aku telah turun dari surga ?”. Perdebatan mereka terus berlanjut sampai Yesus mengatakan perkataan yang keras yang sulit dimengerti secara hariah : “Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir jaman. Sebab dagingKu adalah benar-benar makanan dan darahKu benar-benar minuman.” Ini perkataan yang keras yang mengakibatkan orang Kristen di abad-abad awal dituduh sebagai kanibalisme. Namun jangan diartikan harafiah. Perhatikan perkataan Yesus : “Barang siapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia tinggal did alam Aku dan Aku di dalam Dia.” Arti perkataan ini akan jelas di dalam peristiwa perjamuan terakhir ( The Last Supper ). 

Kemudian setelah mendengar perkataan keras yang sulit dimengerti itu maka banyak orang meninggalkan Yesus. Yesus berkata kepada kedua belas muridNya : “Apakah kamu tidak mau pergi juga ?” Jawab Simon Petrus : “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi ? PerkataanMu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah yang Kudus dari Allah”. Mari saya ulangi penekanan jawaban Petrus :”PerkataanMu adalah perkataan hidup yang kekal !”

Bagaimana supaya kita bisa memahami perikop ini keluar dari pola pikir dualisme yang memandang materi yang lebih rendah dan non materi yang lebih tinggi ? Jawabannya adalah perkataan Yesus adalah perkataan hidup yang kekal. Apa maksudnya ?

Ada 2 hal yang perlu kita renungkan yaitu soal perkataan dan soal hidup. Sejak awal di atas ketika kita membahas mengenai roti itu semua dikaitkan dengan hidup. Tentunya orang makan roti supaya hidup. Dan apa hubungannya dengan perkataan ? Alkitab memberi jawaban bahwa perkataan Allah yang memberi hidup. Ini mengingatkan kita kepada Kitab Kejadian dimana ketika Allah berfirman maka jadilah langit dan bumi. Perkataan Allah yang menjadikan materi ini. Perkataan Allah yang menjadikan semua dunia dengan segala keindahannya ini baik dari  benda mati dan benda hidup : tumbuhan, hewan, dan manusia. Realitas tidak dibagi menjadi 2 bagian yaitu yang materi jahat dan yang batiniah baik. Di dalam Kitab Kejadian jelas bahwa realitas ini diciptakaan Tuhan dan semua baik adanya. Perkataan Allah yang membuat semuanya hidup. Perkataan Allah yang menopang alam semesta ini. Dan perkataan Allah itu adalah Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah pencipta dan Yesus Kristus adalah yang menopang alam semesta ini dengan FirmanNya. Karena itu sumber kehidupan itu berasal dari Tuhan Allah adanya. Roti berasal dari Allah adanya.

Manusia hidup mencari roti tetapi jangan lupa bahwa kehidupan ini berasal dari Sang Pemberi hidup. Ketika kita makan roti kita jangan lupa bahwa kehidupan ini berasal dari Tuhan Allah dan kita harus hidup untuk Tuhan Allah. Yang hendak Tuhan Yesus ajarkan adalah supaya kita hidup untuk Tuhan Allah dan soal roti itu Yesus berkata : “Jangan kamu kuatir apa yang kamu makan, kamu pakai”. Bapa di surga tahu kamu membutuhkan roti dan itu tidak salah. Tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya maka semua akan ditambahkan kepadamu. Carilah pemberi hidup itu jangan pada roti yang nanti kamu lapar lagi. Roti itu sendiripun dari Sang Pemberi hidup.

Dari sini kita bisa simpulkan 2 macam hidup : hidup yang bertahan hanya karena roti. Tetapi hidup yang karena Roti hidup. Hidup yang hanya karena roti satu saat akan binasa bila tidak mempunyai Roti Hidup. Tetapi hidup yang karena Roti hidup adalah hidup yang kekal.  Seringkali kita mengerti bahwa hidup yang kekal adalah hidup setelah kematian. Tetapi yang lebih tepat adalah hidup yang kekal adalah hidup di dalam persekutuan dengan sumber hidup baik sekarang maupun yang akan datang setelah kita dibangkitkan. Hidup yang kekal dimulai dari sekarang. Dan supaya mendapatkan hidup yang kekal itu kita membutuhkan Roti Hidup yaitu Tuhan Yesus Kristus.

Amin !
Jeffrey Lim
21 Januari 2011.

Read More ....
Powered By Blogger

LIMPINGEN BLOG