Merenungkan kematian
Jeffrey Lim
“Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang mahal, dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran. Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega. Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria.” ( Pengkotbah 7:1-4)
Biasanya kita senang kepada hal-hal yang gembira dan tidak senang kepada hal-hal yang menyedihkan. Kita biasanya menganggap bahwa hal-hal yang gembira itu menyenangkan dan baik, sedangkan hal-hal yang menyedihkan adalah adalah hal yang tidak enak dan tidak baik. Ini kebanyakan paradigma manusia. Bahkan kematian bagi orang dunia pada umumnya adalah sesuatu yang tidak menyenangkan. Kematian adalah akhir hidup. Kematian adalah akhir dari eksistensi manusia. Kematian juga begitu mengerikan bagi banyak orang karena hal ini adalah sesuatu asing dan mengerikan. Manusia modern yang begitu membanggakan dirinya yang bisa menguasai alam semesta ini namun pada akhirnya akan menjadi debu dan debu kembali kepada alam. Akhirnya manusia ditaklukan oleh alam. Kematian adalah sesuatu yang mengenaskan.
Namun Pengkotbah mempunyai pandangan yang lain mengenai kematian. Pengkotbah mempunyai pandangan bahwa kematian adalah sesuatu yang positif. Bahkan di dalam pengajaran pasal 7 ini diajarkan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan kematian. Dari sini kita bisa mengerti arti hidup lebih dalam. Marilah kita merenungkan ayat-ayat ini yang berkaitan dengan kematian dan arti hidup
Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang mahal
Apa artinya sebuah nama ? Ini patut kita renungkan ! Ada beberapa orang yang berpandangan bahwa nama adalah sesuatu yang biasa aja. Nama bukan sesuatu yang penting. Yang penting adalah kenikmatan dunia. Yang penting adalah kekayaan. Namun Alkitab berbicara mengenai pentingnya sebuah nama. Bahkan nama itu lebih berharga daripada kekayaan dunia. Amsal mengatakan bahwa “Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar”. (Amsal 22:1).
Di dalam akhir hidup seseorang, kita dapat mengetahui siapakah seseorang itu. Di akhir hidup seseorang, bila tidak ada yang mengunjungi dan semua mengutuk orang itu maka itu menandakan bahwa di dalam hidupnya orang itu tidak baik. Tetapi seorang yang banyak menabur berkat di akhir hidupnya banyak orang yang bersimpati.
Ini membuat kita harus merenung ! Ingin menjadi seperti orang macam apakah kita ? Apakah kita ingin menjadi seorang yang di dalam hidup menjadi berkat bagi sesama dan mempunyai nama yang harum pada akhir hidup kita ?
Ini juga membuat kita harus merenung ! Bagaimana saya harus hidup supaya hidup saya berarti bagi Tuhan dan bagi sesama. Apa yang harus saya tabur supaya menuai yang baik ?
Hari kematian lebih baik daripada hari kelahiran
Ayat ini cukup aneh bagi pandangan dunia modern dan pandangan umum di dalam dunia dimana kita hidup. Pada umumnya manusia menyukai kelahiran daripada kematian. Kelahiran itu sesuatu yang menyenangkan dan melihat bayi kecil adalah sesuatu yang menyukakan. Kelahiran adalah sesuatu yang baik. Namun tidak demikian dengan kematian. Kematian adalah sesuatu yang menandakan hidup ini fana. Kematian adalah sesuatu yang menandakan bahwa hidup ini sementara. Kematian adalah sesuatu yang menandakan hidup ini terbatas. Maka pada umumnya orang tidak menyukai kematian. Namun Pengkotbah mengatakan bahwa hari kematian lebih baik daripada hari kelahiran. Mengapa bisa begini ?
Rahasia besar ini hanya bisa dimengerti oleh orang yang percaya kepada Tuhan. Memang kita tahu bahwa kematian adalah satu akibat dari dosa. Kematian adalah sesuatu yang membawa kita kepada akhir di dalam hidup di dunia. Tetapi ini bukan berarti kematian itu sesuatu yang mengerikan. Ini bukan berarti kematian ini suatu yang asing. Bagi orang percaya kematian adalah sesuatu yang indah. Mengapa ?
Sebab : pertama, kita akan kembali kepada Tuhan yang mengasihi kita. Kita akan berjumpa dengan Dia. Kita akan bersekutu dengan sumber hidup dan sumber bahagia untuk selama-lamanya. Kedua, kita akan mengakhiri hidup yang penuh dengan air mata ini. Kita akan masuk ke dalam hidup yang kekal. Kita akan hidup selama-lamanya dengan Tuhan Allah.
Karena itu kematian adalah sesuatu yang bukan negatif sebaliknya positif. Bahkan Paulus mengatakan bahwa mati adalah keuntungan. “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” ( Fil 1:21). Pintu maut yang membawa manusia kepada neraka diubah Tuhan dengan karya Kristus menjadi pintu kepada hidup yang kekal. Jadi mati adalah keuntungan. Dan bagi orang percaya kematian adalah bukan hal yang menyedihkan tanpa harapan. Tetapi ada pengharapan hidup yang kekal di dalam kematian.
Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega. Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria
Ayat yang kita akan bahas terakhir ini seharusnya membuat kita merenung. Kalau kita mengerti bahwa kitab Pengkotbah adalah termasuk kitab hikmat bangsa Ibrani. Kitab ini mengajarkan bagaimana petuah-petuah untuk hidup berhikmat. Dan kita melihat bahwa ayat ini dikatakan bahwa orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria. Bukankah ini sesuatu yang aneh dan radikal ? Bagaimana orang yang berhikmat suka tempat rumah duka daripada menikmati hidup ? Bahkan Pengkotbah memberikan nasihat perbandingan bahwa lebih baik pergi ke rumah duka daripada ke rumah pesta.
Ibaratnya kita ambil contoh. Lebih baik pergi ke rumah duka daripada ke pesta pernikahan. Bukankah manusia pada umumnya lebih menyukai pesta pernikahan ? Bukankah disana lebih menyenagkan ? Mengapa lebih baik pergi ke rumah duka ?
Satu hal yaitu Pengkotbah ingin mengajak kita berpikir dan merenung bahwa ketika kita sedang berada di dalam keadaan suka biasanya kita tidak memikirkan arti hidup. Biasanya di dalam keadaan senang dan suka, kita cenderung melupakan makna hidup yang dalam.
Mari kita sedikit merenungkan satu realita di dalam hidup manusia. Sudah menjadi satu pandangan yang benar bahwa kadang orang yang sehat, makmur, apalagi kaya sekali lebih sukar memahami arti rohani dan arti bergantung kepada Tuhan dibandingkan dengan seseorang yang berada di dalam keadaan yang sakit, miskin dan melarat. Karena itu Tuhan Yesus juga mengajarkan pengajaran bahwa "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. (Mat 5:3). Tetapi Yesus juga mengajarkan bahwa ada orang kaya yang sukar masuk kerajaan surga. Ini bukan mengajarkan bahwa kaya dan makmur adalah hal yang tidak rohani tetapi mengajarkan bahwa kekayaan seringkali melupakan orang dari Tuhan karena orang yang kaya itu berkuasa dan seringkali membuatnya tidak bergantung kepada Tuhan. Tetapi orang miskin yang tertindas dapat membuatnya lebih bergantung kepada Tuhan karena dia sadar bahwa dia bisa hidup adalah karena anugerah Tuhan.
Kembali kepada kitab Pengkotbah, disana kita diajak merenung bahwa rumah duka lebih baik daripada rumah pesta. Karena di dalam rumah pesta orang seringkali bersukaria dan melupakan Tuhan. Sebaliknya di dalam rumah duka, seseorang dapat menyadari beberapa hal :
1. Hidup ini sementara
2. Segala kekayaan hidup ini akhirnya habis
3. Yang tertinggal hanyalah nama
4. Hidup ini fana
5. Manusia itu lemah
6. Manusia itu terbatas
Semua hal ini membuat manusia menjadi merenung mengenai apa arti hidupnya ? Di rumah duka seseorang harusnya mulai memikirkan nilai-nilai kehidupan yang lebih mulia dan kekal daripada nilai-nilai yang sementara dan yang akan tersapu dengan waktu.
Marilah kita merenungkan bahwa realita kematian adalah realita yang membuat kita memikirkan apa arti hidup kita. Bagaimana kita hidup ? Bagaimana kita ingin kita mati ?
Kiranya renungan ini boleh menjadi berkat bagi kemuliaan nama Tuhan
Jeffrey Lim
Jakarta, Institut Reformed
Refleksi ketika merenungkan kematian Mamah dari Ibu renata Lim
Rabu, 8 Agustus 2007
Jeffrey Lim
“Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang mahal, dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran. Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega. Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria.” ( Pengkotbah 7:1-4)
Biasanya kita senang kepada hal-hal yang gembira dan tidak senang kepada hal-hal yang menyedihkan. Kita biasanya menganggap bahwa hal-hal yang gembira itu menyenangkan dan baik, sedangkan hal-hal yang menyedihkan adalah adalah hal yang tidak enak dan tidak baik. Ini kebanyakan paradigma manusia. Bahkan kematian bagi orang dunia pada umumnya adalah sesuatu yang tidak menyenangkan. Kematian adalah akhir hidup. Kematian adalah akhir dari eksistensi manusia. Kematian juga begitu mengerikan bagi banyak orang karena hal ini adalah sesuatu asing dan mengerikan. Manusia modern yang begitu membanggakan dirinya yang bisa menguasai alam semesta ini namun pada akhirnya akan menjadi debu dan debu kembali kepada alam. Akhirnya manusia ditaklukan oleh alam. Kematian adalah sesuatu yang mengenaskan.
Namun Pengkotbah mempunyai pandangan yang lain mengenai kematian. Pengkotbah mempunyai pandangan bahwa kematian adalah sesuatu yang positif. Bahkan di dalam pengajaran pasal 7 ini diajarkan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan kematian. Dari sini kita bisa mengerti arti hidup lebih dalam. Marilah kita merenungkan ayat-ayat ini yang berkaitan dengan kematian dan arti hidup
Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang mahal
Apa artinya sebuah nama ? Ini patut kita renungkan ! Ada beberapa orang yang berpandangan bahwa nama adalah sesuatu yang biasa aja. Nama bukan sesuatu yang penting. Yang penting adalah kenikmatan dunia. Yang penting adalah kekayaan. Namun Alkitab berbicara mengenai pentingnya sebuah nama. Bahkan nama itu lebih berharga daripada kekayaan dunia. Amsal mengatakan bahwa “Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar”. (Amsal 22:1).
Di dalam akhir hidup seseorang, kita dapat mengetahui siapakah seseorang itu. Di akhir hidup seseorang, bila tidak ada yang mengunjungi dan semua mengutuk orang itu maka itu menandakan bahwa di dalam hidupnya orang itu tidak baik. Tetapi seorang yang banyak menabur berkat di akhir hidupnya banyak orang yang bersimpati.
Ini membuat kita harus merenung ! Ingin menjadi seperti orang macam apakah kita ? Apakah kita ingin menjadi seorang yang di dalam hidup menjadi berkat bagi sesama dan mempunyai nama yang harum pada akhir hidup kita ?
Ini juga membuat kita harus merenung ! Bagaimana saya harus hidup supaya hidup saya berarti bagi Tuhan dan bagi sesama. Apa yang harus saya tabur supaya menuai yang baik ?
Hari kematian lebih baik daripada hari kelahiran
Ayat ini cukup aneh bagi pandangan dunia modern dan pandangan umum di dalam dunia dimana kita hidup. Pada umumnya manusia menyukai kelahiran daripada kematian. Kelahiran itu sesuatu yang menyenangkan dan melihat bayi kecil adalah sesuatu yang menyukakan. Kelahiran adalah sesuatu yang baik. Namun tidak demikian dengan kematian. Kematian adalah sesuatu yang menandakan hidup ini fana. Kematian adalah sesuatu yang menandakan bahwa hidup ini sementara. Kematian adalah sesuatu yang menandakan hidup ini terbatas. Maka pada umumnya orang tidak menyukai kematian. Namun Pengkotbah mengatakan bahwa hari kematian lebih baik daripada hari kelahiran. Mengapa bisa begini ?
Rahasia besar ini hanya bisa dimengerti oleh orang yang percaya kepada Tuhan. Memang kita tahu bahwa kematian adalah satu akibat dari dosa. Kematian adalah sesuatu yang membawa kita kepada akhir di dalam hidup di dunia. Tetapi ini bukan berarti kematian itu sesuatu yang mengerikan. Ini bukan berarti kematian ini suatu yang asing. Bagi orang percaya kematian adalah sesuatu yang indah. Mengapa ?
Sebab : pertama, kita akan kembali kepada Tuhan yang mengasihi kita. Kita akan berjumpa dengan Dia. Kita akan bersekutu dengan sumber hidup dan sumber bahagia untuk selama-lamanya. Kedua, kita akan mengakhiri hidup yang penuh dengan air mata ini. Kita akan masuk ke dalam hidup yang kekal. Kita akan hidup selama-lamanya dengan Tuhan Allah.
Karena itu kematian adalah sesuatu yang bukan negatif sebaliknya positif. Bahkan Paulus mengatakan bahwa mati adalah keuntungan. “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” ( Fil 1:21). Pintu maut yang membawa manusia kepada neraka diubah Tuhan dengan karya Kristus menjadi pintu kepada hidup yang kekal. Jadi mati adalah keuntungan. Dan bagi orang percaya kematian adalah bukan hal yang menyedihkan tanpa harapan. Tetapi ada pengharapan hidup yang kekal di dalam kematian.
Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega. Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria
Ayat yang kita akan bahas terakhir ini seharusnya membuat kita merenung. Kalau kita mengerti bahwa kitab Pengkotbah adalah termasuk kitab hikmat bangsa Ibrani. Kitab ini mengajarkan bagaimana petuah-petuah untuk hidup berhikmat. Dan kita melihat bahwa ayat ini dikatakan bahwa orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria. Bukankah ini sesuatu yang aneh dan radikal ? Bagaimana orang yang berhikmat suka tempat rumah duka daripada menikmati hidup ? Bahkan Pengkotbah memberikan nasihat perbandingan bahwa lebih baik pergi ke rumah duka daripada ke rumah pesta.
Ibaratnya kita ambil contoh. Lebih baik pergi ke rumah duka daripada ke pesta pernikahan. Bukankah manusia pada umumnya lebih menyukai pesta pernikahan ? Bukankah disana lebih menyenagkan ? Mengapa lebih baik pergi ke rumah duka ?
Satu hal yaitu Pengkotbah ingin mengajak kita berpikir dan merenung bahwa ketika kita sedang berada di dalam keadaan suka biasanya kita tidak memikirkan arti hidup. Biasanya di dalam keadaan senang dan suka, kita cenderung melupakan makna hidup yang dalam.
Mari kita sedikit merenungkan satu realita di dalam hidup manusia. Sudah menjadi satu pandangan yang benar bahwa kadang orang yang sehat, makmur, apalagi kaya sekali lebih sukar memahami arti rohani dan arti bergantung kepada Tuhan dibandingkan dengan seseorang yang berada di dalam keadaan yang sakit, miskin dan melarat. Karena itu Tuhan Yesus juga mengajarkan pengajaran bahwa "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. (Mat 5:3). Tetapi Yesus juga mengajarkan bahwa ada orang kaya yang sukar masuk kerajaan surga. Ini bukan mengajarkan bahwa kaya dan makmur adalah hal yang tidak rohani tetapi mengajarkan bahwa kekayaan seringkali melupakan orang dari Tuhan karena orang yang kaya itu berkuasa dan seringkali membuatnya tidak bergantung kepada Tuhan. Tetapi orang miskin yang tertindas dapat membuatnya lebih bergantung kepada Tuhan karena dia sadar bahwa dia bisa hidup adalah karena anugerah Tuhan.
Kembali kepada kitab Pengkotbah, disana kita diajak merenung bahwa rumah duka lebih baik daripada rumah pesta. Karena di dalam rumah pesta orang seringkali bersukaria dan melupakan Tuhan. Sebaliknya di dalam rumah duka, seseorang dapat menyadari beberapa hal :
1. Hidup ini sementara
2. Segala kekayaan hidup ini akhirnya habis
3. Yang tertinggal hanyalah nama
4. Hidup ini fana
5. Manusia itu lemah
6. Manusia itu terbatas
Semua hal ini membuat manusia menjadi merenung mengenai apa arti hidupnya ? Di rumah duka seseorang harusnya mulai memikirkan nilai-nilai kehidupan yang lebih mulia dan kekal daripada nilai-nilai yang sementara dan yang akan tersapu dengan waktu.
Marilah kita merenungkan bahwa realita kematian adalah realita yang membuat kita memikirkan apa arti hidup kita. Bagaimana kita hidup ? Bagaimana kita ingin kita mati ?
Kiranya renungan ini boleh menjadi berkat bagi kemuliaan nama Tuhan
Jeffrey Lim
Jakarta, Institut Reformed
Refleksi ketika merenungkan kematian Mamah dari Ibu renata Lim
Rabu, 8 Agustus 2007
No comments:
Post a Comment